Senin, 25/09/2017

GCF 2017 Libatkan Partisipasi Masyarakat Adat

Senin, 25/09/2017

FOTO: DIN/KK

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

GCF 2017 Libatkan Partisipasi Masyarakat Adat

Senin, 25/09/2017

logo

FOTO: DIN/KK

BALIKPAPAN - Pertemuan tahunan para Gubernur anggota Governors’ Climate and Forest (GCF) Task Force – Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Perubahan Iklim - yang sedang berlangsung, 25-28 September 2017 akan mengusung langkah baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kaltim sebagai tuan rumah mengusung langkah berbeda yakni melibatkan langsung masyarakat adat dan komunitas lokal di Kaltim.

Mereka terlibat langsung dalam dia­log aktif dengan para gubernur dan pemangku kepentingan lainnya di tingkat sub-nasional untuk mencapai target pembangunan rendah emisi di masing-masing yurisdiksi.

Badan Sekretaris Pengurus Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU) Bernardius Steni mengatakan sejak Deklarasi Rio Branco pada 2014 silam, para gubernur menyadari pentingnya peranan masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai aktor penting dan strategi di provinsi dan Negara Bagian anggota GCF dalam rangka mencapai komitmen mengatasi perubahan iklim.

“Ini baru pertama kali masyarakat adat terlibat langsung dalam pertemuan ini. Mereka lah yang selama ini memang menjaga karbon hutan,” kata Bernardius Steni, kemarin.  

Menurutnya dalam studi Earth Innovation Institute (2014) menunjukan masyarakat adat merupakan penjaga karbon hutan yang sangat penting bagi iklim global. “Hasilnya jelas sekali kontribusi masyarakat adat untuk perlindungan stok karbon itu sangat besar. Bahkan jauh lebih besar dari aktor dan negara mana pun. Dalam sejumlah studi, hutan lindung yang dikelola negara kalah pamor terhadap pengelolaan yang dilakukan masyarakat adat, karena efisiensi mereka untuk konsumsi sangat bagus. Mungkin karena cara hidupnya yang tradisional,” bebernya.

Dia mencontohkan wilayah adat di seluruh bentang Amazonia berkontribusi sebesar 32.8 % (28.247 MtC) dari total karbon di atas permukaan tanah di wilayah itu. “Sementara gabungan berbagai negara hutan tropis (Indonesia, Democratic Republic of Congo, Amerika Tengah, Cekungan Amazon) menunjukan 20 % karbon hutan berada di wilayah adat. Karena itu, Provinsi dan negara bagian anggota GCF menyadari dan mengakui peran itu sehingga menuangkannya ke dalam prinsip, program maupun aksi yang akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan tahunan di Balikpapan,” tuturnya kemarin.

Lanjutnya sejumlah putaran diskusi persiapan pra pertemuan Tahunan GCF di Balikpapan telah berlangsung antara organisasi masyarakat adat di masing-masing negara dan provinsi anggota GCF.

Di tingkat global, organisasi masyarakat adat dan perwakilan pemerintah telah melangsungkan pertemuan di Klamath California 21-24 Agustus 2017. Dalam pertemuan itu, organisasi masyarakat adat dari berbagai belahan dunia telah menuangkan usulan yang disebut “Klamath Letter” yang berisi prinsip dan usulan pekerjaan rumah untuk pemerintahan sub-nasional, nasional dan global. 

“Contoh praktik yang sudah berjalan yakni Brazil, masyarakat adatnya benar-benar menikmati dana yang diberikan Negara atau lembaga donor sekitar 70 persennya,” ungkapnya.

Terkait hal ini, Rukka Sombolongi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengutarakan masyarakat adat tidak hanya berhenti pada upaya mendorong pilar atau prinsip tetapi membawa upaya di tingkat sub-nasional dalam sejumlah kerangka kerja yang lebih aksional dan berdampak nyata terhadap masyarakat adat. “Kami telah memiliki rencana aksi yang konkrit dan akan disampaikan kepada para gubernur anggota GCF”, kata Rukka.

Alfonso Chavez dari COICA (Coordinadora de las Organizaciones Indígenas de la Cuenca), sebuah organisasi masyarakat adat yang mengkoordinir masyarakat adat dari 9 negara di lembah Amazon juga mengharapkan GCF tidak hanya menjadi forum tukar pikiran, tetapi berbuah aksi nyata untuk perlindungan hutan dan masyarakat adat di berbagai belahan dunia.

Awang Faroek Ishak, Gubernur Kaltim sekaligus tuan rumah pertemuan tahunan GCF akan mengundang masukan berbagai kelompok masyarakat adat dalam pertemuan tahunan kali ini. Menurut Gubernur Awang, GCF seharusnya memainkan peran sebagai katalisator yang mempercepat terwujudnya capaian sejumlah kebutuhan fundamental yang menyangkut eksistensi masyarakat adat, seperti pengakuan wilayah adat, partisipasi dan konsultasi yang efektif dengan kelompok masyarakat adat, dan mekanisme pembagian manfaat yang jelas dari berbagai pendanaan iklim saat ini.

Diketahui, GCF kini telah memiliki 35 anggota dan telah berkembang meliputi yurisdiksi dari sembilan negara bagian  diantaranya Brazil, Kolombia, Indonesia, Pantai Gading, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol, dan Amerika Serikat. Sedangkan yang hadir pada konferensi hari ini di kota Balikpapan ada utusan provinsi Acre dari Brazil yang akan membahas cara mengurangi deforestasi dalam sepuluh tahun terakhir.

Kegiatan ini juga akan diikuti 11 utusan pemerintah provinsi dan negara bagian sedunia yang hadir termasuk dari Indonesia. Juga tercatat 500 lebih delegasi dari 8 provinsi atau negara bagian. (din)

GCF 2017 Libatkan Partisipasi Masyarakat Adat

Senin, 25/09/2017

FOTO: DIN/KK

Berita Terkait


GCF 2017 Libatkan Partisipasi Masyarakat Adat

FOTO: DIN/KK

BALIKPAPAN - Pertemuan tahunan para Gubernur anggota Governors’ Climate and Forest (GCF) Task Force – Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Perubahan Iklim - yang sedang berlangsung, 25-28 September 2017 akan mengusung langkah baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kaltim sebagai tuan rumah mengusung langkah berbeda yakni melibatkan langsung masyarakat adat dan komunitas lokal di Kaltim.

Mereka terlibat langsung dalam dia­log aktif dengan para gubernur dan pemangku kepentingan lainnya di tingkat sub-nasional untuk mencapai target pembangunan rendah emisi di masing-masing yurisdiksi.

Badan Sekretaris Pengurus Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU) Bernardius Steni mengatakan sejak Deklarasi Rio Branco pada 2014 silam, para gubernur menyadari pentingnya peranan masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai aktor penting dan strategi di provinsi dan Negara Bagian anggota GCF dalam rangka mencapai komitmen mengatasi perubahan iklim.

“Ini baru pertama kali masyarakat adat terlibat langsung dalam pertemuan ini. Mereka lah yang selama ini memang menjaga karbon hutan,” kata Bernardius Steni, kemarin.  

Menurutnya dalam studi Earth Innovation Institute (2014) menunjukan masyarakat adat merupakan penjaga karbon hutan yang sangat penting bagi iklim global. “Hasilnya jelas sekali kontribusi masyarakat adat untuk perlindungan stok karbon itu sangat besar. Bahkan jauh lebih besar dari aktor dan negara mana pun. Dalam sejumlah studi, hutan lindung yang dikelola negara kalah pamor terhadap pengelolaan yang dilakukan masyarakat adat, karena efisiensi mereka untuk konsumsi sangat bagus. Mungkin karena cara hidupnya yang tradisional,” bebernya.

Dia mencontohkan wilayah adat di seluruh bentang Amazonia berkontribusi sebesar 32.8 % (28.247 MtC) dari total karbon di atas permukaan tanah di wilayah itu. “Sementara gabungan berbagai negara hutan tropis (Indonesia, Democratic Republic of Congo, Amerika Tengah, Cekungan Amazon) menunjukan 20 % karbon hutan berada di wilayah adat. Karena itu, Provinsi dan negara bagian anggota GCF menyadari dan mengakui peran itu sehingga menuangkannya ke dalam prinsip, program maupun aksi yang akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan tahunan di Balikpapan,” tuturnya kemarin.

Lanjutnya sejumlah putaran diskusi persiapan pra pertemuan Tahunan GCF di Balikpapan telah berlangsung antara organisasi masyarakat adat di masing-masing negara dan provinsi anggota GCF.

Di tingkat global, organisasi masyarakat adat dan perwakilan pemerintah telah melangsungkan pertemuan di Klamath California 21-24 Agustus 2017. Dalam pertemuan itu, organisasi masyarakat adat dari berbagai belahan dunia telah menuangkan usulan yang disebut “Klamath Letter” yang berisi prinsip dan usulan pekerjaan rumah untuk pemerintahan sub-nasional, nasional dan global. 

“Contoh praktik yang sudah berjalan yakni Brazil, masyarakat adatnya benar-benar menikmati dana yang diberikan Negara atau lembaga donor sekitar 70 persennya,” ungkapnya.

Terkait hal ini, Rukka Sombolongi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengutarakan masyarakat adat tidak hanya berhenti pada upaya mendorong pilar atau prinsip tetapi membawa upaya di tingkat sub-nasional dalam sejumlah kerangka kerja yang lebih aksional dan berdampak nyata terhadap masyarakat adat. “Kami telah memiliki rencana aksi yang konkrit dan akan disampaikan kepada para gubernur anggota GCF”, kata Rukka.

Alfonso Chavez dari COICA (Coordinadora de las Organizaciones Indígenas de la Cuenca), sebuah organisasi masyarakat adat yang mengkoordinir masyarakat adat dari 9 negara di lembah Amazon juga mengharapkan GCF tidak hanya menjadi forum tukar pikiran, tetapi berbuah aksi nyata untuk perlindungan hutan dan masyarakat adat di berbagai belahan dunia.

Awang Faroek Ishak, Gubernur Kaltim sekaligus tuan rumah pertemuan tahunan GCF akan mengundang masukan berbagai kelompok masyarakat adat dalam pertemuan tahunan kali ini. Menurut Gubernur Awang, GCF seharusnya memainkan peran sebagai katalisator yang mempercepat terwujudnya capaian sejumlah kebutuhan fundamental yang menyangkut eksistensi masyarakat adat, seperti pengakuan wilayah adat, partisipasi dan konsultasi yang efektif dengan kelompok masyarakat adat, dan mekanisme pembagian manfaat yang jelas dari berbagai pendanaan iklim saat ini.

Diketahui, GCF kini telah memiliki 35 anggota dan telah berkembang meliputi yurisdiksi dari sembilan negara bagian  diantaranya Brazil, Kolombia, Indonesia, Pantai Gading, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol, dan Amerika Serikat. Sedangkan yang hadir pada konferensi hari ini di kota Balikpapan ada utusan provinsi Acre dari Brazil yang akan membahas cara mengurangi deforestasi dalam sepuluh tahun terakhir.

Kegiatan ini juga akan diikuti 11 utusan pemerintah provinsi dan negara bagian sedunia yang hadir termasuk dari Indonesia. Juga tercatat 500 lebih delegasi dari 8 provinsi atau negara bagian. (din)

 

Berita Terkait

Pasar Baqa di Samarinda Seberang Diresmikan, Fasilitasnya Dilengkapi Masjid dan Lift Khusus Barang

Bermula dari Cekcok, Empat Pelaku Penganiayaan Anak di Samboja Ditangkap Polisi

Tiga Hari Air SKM Samarinda Berubah Warna

Bayi Perempuan Dibungkus Kain Putih Ditemukan di Semak Belukar, Polisi Selidiki Sekitar TKP Cari Pelaku

Empat Tersangka Penggerebekan saat Pesta Narkoba di Penginapan Samarinda Seberang Berpotensi Direhab

Pemkot Samarinda Luncurkan Aplikasi Perjalanan Dinas, Andi Harun: Meminimalkan Praktik Tidak Benar

Jalinan Asmara Diputus, Pria 30 Tahun Sebar Cuplikan Video Hubungan Intim dengan Mahasiswi di Samarinda

Hujan Deras Sejak Pagi Tadi, Kecamatan Long Apari Dilanda Banjir, Pipa Air Bersih Kampung Long Kerioq Terancam Putus

Pj Gubernur Bakal Evaluasi BKT, KIP Kaltim Sebut Langkah yang Tepat

Niat Mencari Kijing Bersama Tiga Temannya, Remaja Lelaki Tewas Tenggelam di Kolam Kebun Warga di Loa Tebu

Gadis Tujuh Tahun di Bontang Tewas Tenggelam Saat Bermain Sepeda

Sempekat Keroan Kutai Usulkan Lokasi CFD Dipindah ke Kawasan Kedaton

Tiga Pasang Remaja Pesta Narkoba di Penginapan Kawasan Samarinda Seberang, Empat Diantaranya Diamankan Petugas

Jukir Binaan di Samarinda Sempat Digaji Setara UMR, Dishub Ubah Sistem Insentif dan Upah Pungut

Menolong Teman Jatuh dari Ban, Pemuda Asal Bulungan Tewas Tenggelam di Objek Wisata Tulung Ni Lenggo

18 Ribu Orang Masuk Daftar Tunggu Calon Jemaah Haji Asal Samarinda

Pihak RSUD AWS Diperiksa Kejaksaan, Pj Gubernur dan Kepala Dinkes Kaltim Bilang Begini

Real Madrid Gagalkan Langkah Bayern Munchen ke Final Liga Champions

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.