Senin, 06/05/2024
Senin, 06/05/2024
Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Laila Fatihah. (Foto: Ainur/Korankaltim.com)
Senin, 06/05/2024
Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Laila Fatihah. (Foto: Ainur/Korankaltim.com)
Penulis: Ainur Rofiah
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Laila Fatihah mendukung penerbitan surat keputusan (SK) terkait larangan usaha pertamini dan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran.
Menurutnya, permasalahan ini memang sudah lama terjadi, yang seharusnya sejak awal sudah menjadi perhatian dari banyak pihak.
“Tetapikan setelah terjadinya dampak-dampak pertamini ini barulah ada perhatian ekstra. Kalau mau dirunut, Komisi II itu jauh hari hampir satu tahun lebih konsennya sudah mengurus terkait itu,” ungkap Laila, Senin (6/5/2024).
Apalagi katanya, untuk urusan dagang memang menjadi mitranya yakni Dinas Perdagangan (Disdag), sementara untuk perizinan, menjadi ranah Komisi I. Oleh karena itu, pihaknya melakukan diskusi lintas komisi untuk mempertanyakan status legalitas dari pertamini ini dan ditemukan statusnya yang masih ilegal.
“Karena mitra kita Pertamina, akhirnya kita panggil. Dalam hal ini Regional Kalimantan yang datang, dan mereka mengatakan bahwa memang tidak ada legalitas untuk pertamini,” imbuhnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga menegaskan pada Pertamina agar menghentikan supply atau pengiriman pada pertamini ini yang sedikit banyak, pasti memberikan keuntungan untuk Pertamina.
Laila menilai, Pertamina adalah pihak yang miliki hak penuh terkait dengan adanya pertamini ini khususnya dalam menetapkan sistem.
“Kalau mereka tidak jualan, tidak mungkin beli itu orang, caranya entah mau orang itu sembunyi-sembunyi, mafia atau apapun, poinnya di supply. Kalau supply nya dihetikan, usaha pertamini ini mungkin tidak jalan,” imbuhnya.
Penyebab lainnya ada penyupply mesin yaang digunakan pertamini. Meski tak menyebutkan asalnya, Laila mengaku bahwa pihaknya sudah mengetahui pihak yang mendistribusikan alat tersebut.
Dia menegaskan bahwa pemutusan rantai pertamini ini sebenarnya terbilang mudah. Atas dasar surat dari Kementrian Migas, sudah jelas tertulis bahwa tidak diperbolehkan adanya usaha BBM eceran, kecuali ditempat yang jauh dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“Sementara kita tidak berada di dalam poin atau kategori daerah yang masuk pengecualian itu tadi. Artnya sudah jelas tidak boleh,” urainya.
Bahkan menurutnya, dengan dasar itu Pertamina bisa melaporkan atau bekerja sama dengan kepolisian untuk memutus pihak distributor alat.
Sebagai anggota dewan, Laila menegaskan tugasnya hanya melakukan pengawasan dan pemanggilan. Kemudian untuk penindakan dan kebijakan penuh berada pada Pertamina jika merasa dirugikan.
Editor: Maruly Z
Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Laila Fatihah. (Foto: Ainur/Korankaltim.com)
Penulis: Ainur Rofiah
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Laila Fatihah mendukung penerbitan surat keputusan (SK) terkait larangan usaha pertamini dan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran.
Menurutnya, permasalahan ini memang sudah lama terjadi, yang seharusnya sejak awal sudah menjadi perhatian dari banyak pihak.
“Tetapikan setelah terjadinya dampak-dampak pertamini ini barulah ada perhatian ekstra. Kalau mau dirunut, Komisi II itu jauh hari hampir satu tahun lebih konsennya sudah mengurus terkait itu,” ungkap Laila, Senin (6/5/2024).
Apalagi katanya, untuk urusan dagang memang menjadi mitranya yakni Dinas Perdagangan (Disdag), sementara untuk perizinan, menjadi ranah Komisi I. Oleh karena itu, pihaknya melakukan diskusi lintas komisi untuk mempertanyakan status legalitas dari pertamini ini dan ditemukan statusnya yang masih ilegal.
“Karena mitra kita Pertamina, akhirnya kita panggil. Dalam hal ini Regional Kalimantan yang datang, dan mereka mengatakan bahwa memang tidak ada legalitas untuk pertamini,” imbuhnya.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga menegaskan pada Pertamina agar menghentikan supply atau pengiriman pada pertamini ini yang sedikit banyak, pasti memberikan keuntungan untuk Pertamina.
Laila menilai, Pertamina adalah pihak yang miliki hak penuh terkait dengan adanya pertamini ini khususnya dalam menetapkan sistem.
“Kalau mereka tidak jualan, tidak mungkin beli itu orang, caranya entah mau orang itu sembunyi-sembunyi, mafia atau apapun, poinnya di supply. Kalau supply nya dihetikan, usaha pertamini ini mungkin tidak jalan,” imbuhnya.
Penyebab lainnya ada penyupply mesin yaang digunakan pertamini. Meski tak menyebutkan asalnya, Laila mengaku bahwa pihaknya sudah mengetahui pihak yang mendistribusikan alat tersebut.
Dia menegaskan bahwa pemutusan rantai pertamini ini sebenarnya terbilang mudah. Atas dasar surat dari Kementrian Migas, sudah jelas tertulis bahwa tidak diperbolehkan adanya usaha BBM eceran, kecuali ditempat yang jauh dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
“Sementara kita tidak berada di dalam poin atau kategori daerah yang masuk pengecualian itu tadi. Artnya sudah jelas tidak boleh,” urainya.
Bahkan menurutnya, dengan dasar itu Pertamina bisa melaporkan atau bekerja sama dengan kepolisian untuk memutus pihak distributor alat.
Sebagai anggota dewan, Laila menegaskan tugasnya hanya melakukan pengawasan dan pemanggilan. Kemudian untuk penindakan dan kebijakan penuh berada pada Pertamina jika merasa dirugikan.
Editor: Maruly Z
Copyright © 2024 - Korankaltim.com
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.