Sabtu, 05/10/2024
Sabtu, 05/10/2024
Perwakilan Disbun Kutim bersama masyarakat dan pihak terkait turun ke lapangan melakukan peninjauan lokasi lahan di Desa Kelinjau Ulu, Kecamatan Muara Ancalong (Ist)
Sabtu, 05/10/2024
Perwakilan Disbun Kutim bersama masyarakat dan pihak terkait turun ke lapangan melakukan peninjauan lokasi lahan di Desa Kelinjau Ulu, Kecamatan Muara Ancalong (Ist)
Penulis: Zulhamri
KORANKALTIM.COM, SANGATTA- Konsesi lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih menuai polemik antara pihak swasta dan masyarakat. Ratusan hektare lahan yang dijadikan plasma dikelola oleh perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit terletak di Kecamatan Muara Ancalong dan Long Mesangat.
PT Cipta Davia Mandiri (PT CDM) merupakan salah satu anak perusahaan dari Rea Kaltim Plantation Group, sebuah perusahaan swasta yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit. Perusahaan tersebut memiliki beberapa perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kutim.
Sebagai bagian dari grup, PT CDM berperan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, panen, dan pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah Crude Palm Oil (CPO).
Perusahaan ini mendukung visi grup untuk menjadi salah satu produsen kelapa sawit yang berkelanjutan dengan menerapkan praktik-praktik agribisnis yang ramah lingkungan dan berfokus pada tanggung jawab sosial.
Implementasi kelapa sawit yang berkelanjutan tentu harus mengedepankan sertifikasi standar internasional seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk memastikan bahwa operasi mereka memenuhi standar keberlanjutan.
PT CDM memiliki lahan di Kecamatan Muara Ancalong dan Long Mesangat. Luas lahan yang dikelola mencapai 22.500 hektare. Perusahaan tersebut berada di bawah pengawasan dan prosedur dari RSPO yang menekankan pada keberlanjutan dalam praktik pertanian.
Ketua Kelompok Tani Pondok Balok Bersatu Desa Kelinjau Ulu, Azis mengatakan, pihaknya bersama puluhan anggota tergabung dalam kelompok tani kecewa atas pengelolaan lahan plasma oleh perusahaan.
Sejak penanaman rentang waktu 2010 dan mulai produksi atau panen di tahun 2016., hingga saat ini hak mereka belum diberikan.
"Kami sudah melakukan upaya mediasi bersama pemerintah daerah baik di tingkat kabupaten maupun provinsi tapi belum ada titik terang," jelas dia.
Bahkan, pihaknya sudah mengadukan hal tersebut dengan mengajukan dokumen aduan ke Kantor RSPO di Jakarta pada Oktober 2023.
Waktu itu, Azis bersama anggota kelompok didampingi Sahbudin selaku pemerhati petani sawit berharap agar langkah tersebut merupakan langkah terakhir yang harus ditempuhnya.
"Ya kami berangkat ke Kantor RSPO lima orang untuk mengadukan hak plasma karena sudah buntu untuk mencari solusi. Sudah beberapa kali mediasi tidak ada solusi," jelas dia.
Adapun kisaran luas lahan di Desa Kelinjau Ulu, Kecamatan Muara Ancalong dijadikan kebun plasma seluas 396 hektare. Sementara di Kecamatan di Desa Tanah Abang Kecamatan Long Mesangat seluas 525 hektare. Total luas kawasan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan sekitar 20 ribu hektare lebih.
Kepala Desa Kelinjau Ulu, Abdul Razak turut mengawal dan memfasilitasi kedua belah pihak agar persoalan tersebut segera ada penyelesaian.
"Sudah beberapa dilakukan mediasi dan pertemuan petani dan perusahaan. Memang ada beberapa kelompok tani pernah melakukan aduan," jelas dia.
Pihaknya mengakui sebelum ada tuntutan warga perusahaan kurang kooperatif sehingga menjadi salah satu pemicu akar persoalan hingga akhirnya berlarut-larut. "Tapi akhir-akhir ini kelihatannya sudah ada titik terang antar kedua belah pihak terkait kesepakatan untuk pengajuan hak plasma," jelasnya.
Sehingga ke depannya bakal membahas komitmen perusahaan terkait bagi hasil melalui koperasi dan pembuatan Surat Perjanjian Kerja (SPK).
"Prinsipnya para petani ingin merasakan hasil plasma ini yang dikelola perusahaan. Bahkan beberapa anggota kelompok sudah ada yang meninggal belum menikmati hasil," jelasnya.
Pejabat Fungsional Bidang Usaha, Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan (Disbun) Kutim, Syahriansyah menuturkan, mekanisme perjanjian plasma yang tertuang dalam SPK. Adapun lahan yang dikelola perusahaan merupakan lahan masyarakat yang diserahkan sepenuhnya dalam pengelolaan. Lahan masyarakat itu telah dibebaskan.
"Mulai dari membuka lahan, penanaman, perawatan (P0-P3) hingga masa panen. Memang petani punya hak lahan tapi semua biaya operasional ditanggung perusahaan," jelasnya.
Para petani mendapat hasil pembagian plasma melalui koperasi setelah dipotong biaya operasional dan lainnya. Sehingga masyarakat hanya mengetahui jumlah produksi setiap kali panen.
"Petani ini punya memang memiliki hak atas lahan tapi secara pengelolaan biaya operasional penanaman dan panen hingga pengangkutan TBS ( Tandan Buah Segar) ke pabrik semua ditanggung perusahaan," jelasnya.
Secara aturan perusahaan harus memenuhi hak plasma bagi petani sebesar 20 persen dari kebun inti dari luas wilayah di dalam suatu kawasan Desa atau Kecamatan.
"Rata-rata kasus yang kami temui ada beberapa perusahaan belum memenuhi kewajiban plasma, tidak transparan sesuai kesepakatan dalam SPK," jelasnya.
Korankaltim.com telah mengkonfirmasi PT Rea Kaltim Plantation Group malalui Comdev Officer, Trebon. Meski sempat merespons tetapi ia tidak memberikan penjelasan secara detail. "Saya di bagian comdev, Pak. Bukan (bagian) plasm. Maaf sebelumnya," jawabnya singkat.
Sementara Senior Manager PT CDM, Esron Sitanggang juga tak merespons. Hingga berita ini diterbitkan, Esron yang dihubungi via telepon seluler tak kunjung memberikan jawaban.
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.