Rabu, 24/07/2019
Rabu, 24/07/2019
Lubang eks tambang di eks lahan konsesi PT Tanito Harum yang belum direklamasi. ( Foto: Jatam Kaltim)
Rabu, 24/07/2019
Lubang eks tambang di eks lahan konsesi PT Tanito Harum yang belum direklamasi. ( Foto: Jatam Kaltim)
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Raksasa tambang batu bara PT Tanito Harum, kembali mendapat sorotan. Setelah perpanjangan izinnya dibatalkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga kini nasib lahan eks konsesi PT Tanito Harum nyaris tak jelas.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, meminta pemerintah segera mengambil sikap. Jatam, mendesak pemerintah segera mengambil alih lahan dan menutup tambang dengan izin Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang berlokasi di Kutai Kartanegara tersebut.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradharma Rupang menjelaskan, masa izin PKP2B PT Tanito Harum sudah berakhir, setelah dibatalkannya perpanjangan izin selama 20 tahun pada 11 Januari 2019 berdasarkan surat Nomor: 07.K/30/MEM/2019 dengan luasan 34.585 hektare.
“ Jatam mendesak agar pemerintah segera menjadikan wilayah bekas tambang tersebut menjadi Wilayah Pencadangan Negara, sebagaimana amanat UU Minerba Pasal 27 yang pada intinya untuk menjaga kepentingan keseimbangan ekosistem dan lingkungan dan sesuai dengan fungsi sosial ekologis wilayah tersebut dan dijadikan objek redistribusi lahan sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf g Perpres Reforma Agraria No. 86/2018 yang menyatakan lahan bekas tambang dapat dikembalikan kepada rakyat sebagai objek reforma agraria dan tidak menjadikan wilayah tersebut menjadi wilayah pertambangan lagi,” ujarnya saat jumpa media di Sekretariat Jatam Kaltim di kawasan Sempaja Samarinda Selasa (23/7/2019) kemarin.
Jatam, kata Rupang, juga mendesak pemerintah untuk mengambil alih dan menutup segera wilayah yang dikuasai oleh PT Tanito Harum, lalu memerintahkan pihak perusahaan untuk menjalankan kewajiban yang masih melekat, mulai dari reklamasi, rehabilitasi dan pemulihan.
Parahnya, berdasarkan kunjungan langsung tim Jatam dan pantauan satelit dan kamera drone Jatam menemukan total 69 lubangtambang yang tersebar di seluruh konsesi PT Tanito Harum. Ia mengatakan, hal ini menjadi perhatian serius Jatam Kaltim, dan meminta pemerintah memastikan keseluruhan lubang tersebut ditutup kembali dan tak ditelantarkan begitu saja.
“Hadirnya lubang tambang yang begitu banyak sangat jelas menjadi ancaman bagi warga yang bermukim disekitarnya khususnya masyarakat Kutai Kartanegara. Sejak 2011 hingga 2019 di Kabupaten Kukar, lubang tambang telah menewaskan 12 korban jiwa yang sebagian besar adalah anak-anak. Kami berharap langkah tegas dilakukan Pemerintah Pusat kepada PT.Tanito Harum agar dalam proses peralihan ini tidak ada lubang tambang yang dibiarkan terbuka. Langkah ini diharapkan akan menjadi contoh agar gubernur di seluruh Indonesia khususnya Kaltim agar bertindak serupa,” paparnya.
Selain itu, Jatam juga menemukan adanya kegiatan operasional dan ekspoitasi tambang di kawasan konsesi di Kukar. “Berdasarkan penyampaian warga sekitar masih ada. Bukti lainnya, bisa kita lihat adanya kapal tongkang yang karam di Gunung Lipan Samarinda Seberang. Itu kejadian Maret 2019, itu milik Tanito. Sedangkan izinnya sudah dibatalkan Januari,” ucapnya.
Selain PT Tanito Harum, setidaknya ada enam raksasa tambang lain yang masa ijinnya akan segera berakhir. Untuk itu, Rupang meminta pemerintah bertindak tegas. Salah satu yang bisa dilakukan ialah dengan audit lingkungan.
“Pemerintah sudah seharusnya memprioritaskan untuk mulai mengaudit seluruh perusakan lingkungan dan pelanggaran HAM yang dilakukan seluruh perusahaan selama beroperasi, melakukan penegakan hukum secara tegas dan terbuka, lalu segera memulihkan kerusakan lingkungan dan sosial yang sudah terjadi,” ungkapnya.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum bisa memutuskan nasib bekas lahan tersebut, apakah nantinya akan dilelang atau masuk dalam Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung menjelaskan, untuk menentukan nasib wilayah tambang tersebut masih menunggu kepastian hukum, seperti revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, dan revisi Undang-Undang (UU) Minerba Nomor 4 Tahun 2014.
Wafid menuturkan, pihaknya menunggu revisi regulasi agar tidak terjadi masalah hukum.
“Kami belum bisa memastikan. Jangan sampai nanti dilelang ada masalah lagi,” katanya dikutip Koran Kaltim dari rilis Kementerian ESDM Selasa (23/7). (*)
ENAM IZIN PKP2B YANG AKAN BERAKHIR
Nama Perusahaan Luasan Tahun berakhir
PT. Arutmin Indonesia 70.153 ha 2020
PT. Kaltim Prima Coal 90.398 ha 2021
PT. Multi Harapan Utama 46.063 ha 2022
PT. Adaro Indonesia 34.940 ha 2022
PT. Kideco Jaya Agung 50.921 ha 2023
PT. Berau Coal 118.400 ha 2025
Penulis: */Rusdianto
Editor: Aspian Nur
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.