Jumat, 04/10/2019

Di Amerika, Mulai Tren Orang Meninggalkan Medsos karena Hoaks, Ini Peran Media Massa

Jumat, 04/10/2019

Wakil Direktur Pemberitaan Detiknetwork, Iin Yumiyanti, saat memberikan pemaparan pada pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan PT PHM pada Rabu (2/10/2019). ( Foto: Ist )

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Di Amerika, Mulai Tren Orang Meninggalkan Medsos karena Hoaks, Ini Peran Media Massa

Jumat, 04/10/2019

logo

Wakil Direktur Pemberitaan Detiknetwork, Iin Yumiyanti, saat memberikan pemaparan pada pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan PT PHM pada Rabu (2/10/2019). ( Foto: Ist )

KORANKALTIM.COM, TENGGARONG - Keberadaan media sosial yang mengerjakan “pekerjaan jurnalistik” hari-hari ini santer menjadi sumber pertama masyarakat dalam memperoleh informasi, terlepas informasi tersebut dapat dipercaya ataupun tidak.

Dan pers juga seringkali menjadikan informasi yang disebar melalui medsos sebagai bahan layak berita. Jadi, tak jarang informasi tersebut kemudian digarap tanpa adanya konfirmasi.

Wakil Direktur Pemberitaan Detiknetwork Iin Yumiyanti menjelaskan, dua tahun lalu orang-orang Indonesia lebih mempercayai dan mencerna informasi yang dibagikan melalui medsos hingga viral. 

Ditambah lagi, media massa ikut-ikutan menggarap info tersebut tanpa konfirmasi, tak jarang terbukti hoaks.

“Jadi, media sosial dan media massa saling berkolaborasi dalam hal keburukan. Hoaks itu mesipun positif itu tetap hoaks loh, hoaks yang membangun, untuk pencitraan itu tetap hoaks,” tegasnya dalam pelatihan jurnalistik yang diadakan oleh PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) di Hotel Blue Sky, Balikpapan pada Rabu (3/10/2019). 

Hal itu memicu detik.com membuat rubrik ‘Hoax or Not’ saat itu. Salah satu hoaks yang paling ramai yaitu kisah pedagang soto di Solo yang setiap Jumat menggratiskan sotonya untuk jamaah seusai salat Jumat. Kisah tersebut diketahui ditulis oleh seorang dosen asal Yogyakarta. Tulisan tersebut membuat warganet merasa simpati akan kebaikan hati tukang soto tersebut. 

Pihaknya pun kemudian menelusuri informasi tersebut. Informasi tulisan itu, warungnya berada di dekat alun-alun kota.

“Tapi ternyata warung soto itu tidak ada. Kemudian kita cek yang bikin (tulisan) trending ke medsos itu, dan si dosen bilang ‘saya cuman dengar-dengar dari seorang teman’,” tutur Iin menceritakan.

Alhasil, informasi dari medsos tersebut dinyatakan hoaks kendati tujuannya positif. 

“Apakah itu tujuannya positif mengajak masyarakat rajin bersedekah setiap Jumat gitu, tetap saja hoaks. Kemudian merepotkan orang-orang yang ingin membantu dan ternyata (warungnya) enggak ada,” imbuhnya.

Perbedaan mendasar antara Pers dan medsos sendiri cukup jelas dalam hal ini. Pers diikat dengan kode etik jurnalistik (KEJ) dan pakem perusahaan masing-masing punya ukuran layak berita yang membatasi pemberitaan. Sementara Medsos cukup bebas.

Sebenarnya, lanjut Iin, wartawan dan Medsos dapat berkolaborasi. Dengan catatan, wartawan harus berpegang terhadap KEJ dan terap mengedepankan prinsip jurnalistik dengan  memverifikasi informasi, menjaga objektivitas dan independen.

Dia juga mengemukakan, tren medsos di luar negeri saat ini sudah memasuki usia senja. Berdasarkan survei e-Marketer, bahwa 22 juta orang dibawah usia 25 tahun telah berhenti menggunakan medsos. 

Warga Silicon Valley, Amerika Serikat, 46 persen sudah meninggalkan medsos. Pemicunya adalah banyaknya pabrik hoaks semasa Pilpres Amerika Serikat terakhir.

“Juga ada tren misalkan teman-teman cek di YouTube tentang media sosial, media massa, medium, ada banyak sekali tulisan yang menyerukan detox dari media sosial. Ada yang membuat tulisan ‘apa yang terjadi setelah 1 bukan kalian tidak memakai medsos dan isinya adalah positif. Jadi banyak yang berfikir bahwa dunia ini akan lebih bagus tanpa media sosial,” tandasnya.


Penulis: Reza Fahlevi

Editor : M.Huldi

Di Amerika, Mulai Tren Orang Meninggalkan Medsos karena Hoaks, Ini Peran Media Massa

Jumat, 04/10/2019

Wakil Direktur Pemberitaan Detiknetwork, Iin Yumiyanti, saat memberikan pemaparan pada pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan PT PHM pada Rabu (2/10/2019). ( Foto: Ist )

Berita Terkait


Di Amerika, Mulai Tren Orang Meninggalkan Medsos karena Hoaks, Ini Peran Media Massa

Wakil Direktur Pemberitaan Detiknetwork, Iin Yumiyanti, saat memberikan pemaparan pada pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan PT PHM pada Rabu (2/10/2019). ( Foto: Ist )

KORANKALTIM.COM, TENGGARONG - Keberadaan media sosial yang mengerjakan “pekerjaan jurnalistik” hari-hari ini santer menjadi sumber pertama masyarakat dalam memperoleh informasi, terlepas informasi tersebut dapat dipercaya ataupun tidak.

Dan pers juga seringkali menjadikan informasi yang disebar melalui medsos sebagai bahan layak berita. Jadi, tak jarang informasi tersebut kemudian digarap tanpa adanya konfirmasi.

Wakil Direktur Pemberitaan Detiknetwork Iin Yumiyanti menjelaskan, dua tahun lalu orang-orang Indonesia lebih mempercayai dan mencerna informasi yang dibagikan melalui medsos hingga viral. 

Ditambah lagi, media massa ikut-ikutan menggarap info tersebut tanpa konfirmasi, tak jarang terbukti hoaks.

“Jadi, media sosial dan media massa saling berkolaborasi dalam hal keburukan. Hoaks itu mesipun positif itu tetap hoaks loh, hoaks yang membangun, untuk pencitraan itu tetap hoaks,” tegasnya dalam pelatihan jurnalistik yang diadakan oleh PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) di Hotel Blue Sky, Balikpapan pada Rabu (3/10/2019). 

Hal itu memicu detik.com membuat rubrik ‘Hoax or Not’ saat itu. Salah satu hoaks yang paling ramai yaitu kisah pedagang soto di Solo yang setiap Jumat menggratiskan sotonya untuk jamaah seusai salat Jumat. Kisah tersebut diketahui ditulis oleh seorang dosen asal Yogyakarta. Tulisan tersebut membuat warganet merasa simpati akan kebaikan hati tukang soto tersebut. 

Pihaknya pun kemudian menelusuri informasi tersebut. Informasi tulisan itu, warungnya berada di dekat alun-alun kota.

“Tapi ternyata warung soto itu tidak ada. Kemudian kita cek yang bikin (tulisan) trending ke medsos itu, dan si dosen bilang ‘saya cuman dengar-dengar dari seorang teman’,” tutur Iin menceritakan.

Alhasil, informasi dari medsos tersebut dinyatakan hoaks kendati tujuannya positif. 

“Apakah itu tujuannya positif mengajak masyarakat rajin bersedekah setiap Jumat gitu, tetap saja hoaks. Kemudian merepotkan orang-orang yang ingin membantu dan ternyata (warungnya) enggak ada,” imbuhnya.

Perbedaan mendasar antara Pers dan medsos sendiri cukup jelas dalam hal ini. Pers diikat dengan kode etik jurnalistik (KEJ) dan pakem perusahaan masing-masing punya ukuran layak berita yang membatasi pemberitaan. Sementara Medsos cukup bebas.

Sebenarnya, lanjut Iin, wartawan dan Medsos dapat berkolaborasi. Dengan catatan, wartawan harus berpegang terhadap KEJ dan terap mengedepankan prinsip jurnalistik dengan  memverifikasi informasi, menjaga objektivitas dan independen.

Dia juga mengemukakan, tren medsos di luar negeri saat ini sudah memasuki usia senja. Berdasarkan survei e-Marketer, bahwa 22 juta orang dibawah usia 25 tahun telah berhenti menggunakan medsos. 

Warga Silicon Valley, Amerika Serikat, 46 persen sudah meninggalkan medsos. Pemicunya adalah banyaknya pabrik hoaks semasa Pilpres Amerika Serikat terakhir.

“Juga ada tren misalkan teman-teman cek di YouTube tentang media sosial, media massa, medium, ada banyak sekali tulisan yang menyerukan detox dari media sosial. Ada yang membuat tulisan ‘apa yang terjadi setelah 1 bukan kalian tidak memakai medsos dan isinya adalah positif. Jadi banyak yang berfikir bahwa dunia ini akan lebih bagus tanpa media sosial,” tandasnya.


Penulis: Reza Fahlevi

Editor : M.Huldi

 

Berita Terkait

Lokasi CFD Tenggarong Pindah Besok Pagi, SK2 Bakal Bagikan 200 Sapoh untuk Para Pedagang

Pj Gubernur Kaltim Pantau Banjir di Mahulu, Penyaluran Listrik, Bantuan Pangan dan Air Bersih jadi Prioritas Awal

Dukung Gerakan Literasi Desa, Paser Terima Mobil Pusling diJakarta

Warga RT 13 Kelurahan Baru, Tenggarong Berembuk Manfaatkan Dana Rp50 Juta

Setelah Balikpapan, Dinkes Kaltim Siap Vaksinasi Lima Ribu Anak di Kota Samarinda

Dinsos Kaltim Kirim 1.500 Paket ke Mahulu, Kemensos RI juga Segera Beri Bantuan

Ribuan Orang Hadiri Tabligh Akbar Ustaz Abdul Somad di Masjid Al Qadar Tenggarong Siang Tadi

Kecamatan Tabang Diterjang Banjir Imbas Hujan di Hulu Sungai Belayan, BPBD Kukar Turunkan Tim Pantau Potensi Banjir Kiriman dari Mahulu

Hendak Menyeberang Jalan Saat Banjir di Mahulu, Karyawan Warung PHP Sebenaq Meninggal Dunia Pagi Tadi

Aktivitas Warga di Ibu Kota Mahulu Mulai Normal Setelah Sempat Diterjang Banjir

Kerap Mencuri di Rumah Kosong, Warga Perum Handil Kopi Sambutan Diciduk Polisi

Pabrik Smelter di Sangasanga Kembali Terbakar, Tiga Orang Alami Luka-Luka

Proyek Peningkatan Sistem Drainase Perkotaan di Tanjung Redeb Habiskan Anggaran Rp23,7 Miliar

Pengembangan Lahan Kakao Berau Baru 500 Hektare, Kelompok Tani Diminta Tak Alih Fungsikan Lahan

Ketergantungan Kaltim pada Sektor Pertambangan jadi Sorotan

Petani Kakao di Berau Diminta Bermitra dengan Perusahaan

Libatkan 14 Perusahaan, Disnaker Samarinda Buka Job Fair Pekan Depan

Aplikasi Perjalanan Dinas Dikritisi Anggota DPRD Samarinda, Sebut Jalan-Jalan untuk Adopsi Tata Kota

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.