Rabu, 11/09/2019

Denda Adat Bayar Seekor Kambing karena Melanggar Aturan Belimbur Bukan Titah Sultan

Rabu, 11/09/2019

Aji Pangeran Haryo Kusumo Puger (Foto: Reza Fahlevi/korankaltimcom)

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Denda Adat Bayar Seekor Kambing karena Melanggar Aturan Belimbur Bukan Titah Sultan

Rabu, 11/09/2019

logo

Aji Pangeran Haryo Kusumo Puger (Foto: Reza Fahlevi/korankaltimcom)

KORANKALTIM.COM, TENGGARONG - Denda adat saat pelaksanaan prosesi Belimbur menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk kerabat kesultanan sendiri. 

Salah satunya, Menteri Pelestarian Nilai Adat Kesultanan Aji Pangeran Haryo Kusumo Puger. Diketahui, pemberlakuan denda adat itu menyasar warga yang menggelar ritual Belimbur di luar ketentuan kawasan, berlaku tak senonoh, dan menggunakan air yang tidak wajar seperti air kotor dan air es. Dendanya berupa satu ekor kambing.

Menurut Puger, denda ini terlalu berlebihan. Kendati alasan kepanitiaan untuk menegaskan marwah Era, tapi Kesultanan memang tidak memberlakukannya karena ingin mengayomi masyarakat.

“Jadi jangan mengada-adakan adat yang sebenarnya tidak ada, itu tidak pernah diberlakukan Sultan. Sultan pun tidak menghendaki hal itu,” kata Puger kepada Korankaltim.com, Rabu (11/9/2019).

Anggapan Belimbur merupakan puncak Erau pun salah kaprah. Maka hal ini, lanjut Puger, perlu diklarifikasi. Kesultanan hanya perlu memberi peringatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi sewajarnya.

“Kalau Belimbur ini siapa yang dapat mengawasi? Tidak bisa. Tapi kita imbau gunakanlah air bersih, izin terlebih dahulu sebelum menyiram karena tujuannya kan membersihkan diri. Kami imbau juga kepada perempuan, gunakanlah pakaian sopan dan tidak transparan karena itu menimbulkan reaksi tidak baik,” ucapnya. 

Selama ini, terang dia, Sultan sebagai pemegang adat menghukum seseorang yang melanggar adat di dalam Kedaton selama pelaksanaan Erau, tepatnya setelah tiang Ayu ditegakkan dan diturunkan. 

Batas wilayah Belimbur persis dari tembok pagar kiri dan kanan Kedaton, mulai dari halaman hingga pelabuhan di depannya. Disitulah hukum adat diberlakukan saat Belimbur.

“Kesultanan tidak pernah melakukan denda adat apapun kecuali yang ada di dalam keraton, misalnya memecahkan gelas, bertengkar di dalam istana, denda adatnya adalah kedua jempol seseorang itu diikat di tiang ayu sampai Sultan berucap untuk melepasnya,” ungkapnya.

“Bukan didenda berupa barang seperti kambing, agak kecil malahan kambing, kenapa tidak kerbau misalnya? Tapi sultan tidak menghendaki hal itu,” pungkasnya.


Penulis: Reza Fahlevi

Editor : M.Huldi

Denda Adat Bayar Seekor Kambing karena Melanggar Aturan Belimbur Bukan Titah Sultan

Rabu, 11/09/2019

Aji Pangeran Haryo Kusumo Puger (Foto: Reza Fahlevi/korankaltimcom)

Berita Terkait


Denda Adat Bayar Seekor Kambing karena Melanggar Aturan Belimbur Bukan Titah Sultan

Aji Pangeran Haryo Kusumo Puger (Foto: Reza Fahlevi/korankaltimcom)

KORANKALTIM.COM, TENGGARONG - Denda adat saat pelaksanaan prosesi Belimbur menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk kerabat kesultanan sendiri. 

Salah satunya, Menteri Pelestarian Nilai Adat Kesultanan Aji Pangeran Haryo Kusumo Puger. Diketahui, pemberlakuan denda adat itu menyasar warga yang menggelar ritual Belimbur di luar ketentuan kawasan, berlaku tak senonoh, dan menggunakan air yang tidak wajar seperti air kotor dan air es. Dendanya berupa satu ekor kambing.

Menurut Puger, denda ini terlalu berlebihan. Kendati alasan kepanitiaan untuk menegaskan marwah Era, tapi Kesultanan memang tidak memberlakukannya karena ingin mengayomi masyarakat.

“Jadi jangan mengada-adakan adat yang sebenarnya tidak ada, itu tidak pernah diberlakukan Sultan. Sultan pun tidak menghendaki hal itu,” kata Puger kepada Korankaltim.com, Rabu (11/9/2019).

Anggapan Belimbur merupakan puncak Erau pun salah kaprah. Maka hal ini, lanjut Puger, perlu diklarifikasi. Kesultanan hanya perlu memberi peringatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi sewajarnya.

“Kalau Belimbur ini siapa yang dapat mengawasi? Tidak bisa. Tapi kita imbau gunakanlah air bersih, izin terlebih dahulu sebelum menyiram karena tujuannya kan membersihkan diri. Kami imbau juga kepada perempuan, gunakanlah pakaian sopan dan tidak transparan karena itu menimbulkan reaksi tidak baik,” ucapnya. 

Selama ini, terang dia, Sultan sebagai pemegang adat menghukum seseorang yang melanggar adat di dalam Kedaton selama pelaksanaan Erau, tepatnya setelah tiang Ayu ditegakkan dan diturunkan. 

Batas wilayah Belimbur persis dari tembok pagar kiri dan kanan Kedaton, mulai dari halaman hingga pelabuhan di depannya. Disitulah hukum adat diberlakukan saat Belimbur.

“Kesultanan tidak pernah melakukan denda adat apapun kecuali yang ada di dalam keraton, misalnya memecahkan gelas, bertengkar di dalam istana, denda adatnya adalah kedua jempol seseorang itu diikat di tiang ayu sampai Sultan berucap untuk melepasnya,” ungkapnya.

“Bukan didenda berupa barang seperti kambing, agak kecil malahan kambing, kenapa tidak kerbau misalnya? Tapi sultan tidak menghendaki hal itu,” pungkasnya.


Penulis: Reza Fahlevi

Editor : M.Huldi

 

Berita Terkait

Lokasi CFD Tenggarong Pindah Besok Pagi, SK2 Bakal Bagikan 200 Sapoh untuk Para Pedagang

Pj Gubernur Kaltim Pantau Banjir di Mahulu, Penyaluran Listrik, Bantuan Pangan dan Air Bersih jadi Prioritas Awal

Dukung Gerakan Literasi Desa, Paser Terima Mobil Pusling diJakarta

Warga RT 13 Kelurahan Baru, Tenggarong Berembuk Manfaatkan Dana Rp50 Juta

Setelah Balikpapan, Dinkes Kaltim Siap Vaksinasi Lima Ribu Anak di Kota Samarinda

Dinsos Kaltim Kirim 1.500 Paket ke Mahulu, Kemensos RI juga Segera Beri Bantuan

Ribuan Orang Hadiri Tabligh Akbar Ustaz Abdul Somad di Masjid Al Qadar Tenggarong Siang Tadi

Kecamatan Tabang Diterjang Banjir Imbas Hujan di Hulu Sungai Belayan, BPBD Kukar Turunkan Tim Pantau Potensi Banjir Kiriman dari Mahulu

Hendak Menyeberang Jalan Saat Banjir di Mahulu, Karyawan Warung PHP Sebenaq Meninggal Dunia Pagi Tadi

Aktivitas Warga di Ibu Kota Mahulu Mulai Normal Setelah Sempat Diterjang Banjir

Kerap Mencuri di Rumah Kosong, Warga Perum Handil Kopi Sambutan Diciduk Polisi

Pabrik Smelter di Sangasanga Kembali Terbakar, Tiga Orang Alami Luka-Luka

Proyek Peningkatan Sistem Drainase Perkotaan di Tanjung Redeb Habiskan Anggaran Rp23,7 Miliar

Pengembangan Lahan Kakao Berau Baru 500 Hektare, Kelompok Tani Diminta Tak Alih Fungsikan Lahan

Ketergantungan Kaltim pada Sektor Pertambangan jadi Sorotan

Petani Kakao di Berau Diminta Bermitra dengan Perusahaan

Libatkan 14 Perusahaan, Disnaker Samarinda Buka Job Fair Pekan Depan

Aplikasi Perjalanan Dinas Dikritisi Anggota DPRD Samarinda, Sebut Jalan-Jalan untuk Adopsi Tata Kota

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.