Jumat, 06/12/2024

Ilmuwan Eropa Ungkap Wajah Asli Sinterklas Setelah 1.700 Tahun

Jumat, 06/12/2024

Santo Nikolas dari Myra adalah seorang santo Kristen awal yang reputasinya dalam hal pemberian hadiah mengilhami tokoh rakyat Belanda, Sinterklaas, yang kemudian menjadi Sinterklas di Amerika Serikat. (gettyimages)

Share
Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Ilmuwan Eropa Ungkap Wajah Asli Sinterklas Setelah 1.700 Tahun

Jumat, 06/12/2024

logo

Santo Nikolas dari Myra adalah seorang santo Kristen awal yang reputasinya dalam hal pemberian hadiah mengilhami tokoh rakyat Belanda, Sinterklaas, yang kemudian menjadi Sinterklas di Amerika Serikat. (gettyimages)

KORANKALTIM.COM - Untuk pertama kalinya setelah 1.700 tahun, para ilmuwan di Eropa berhasil mengungkap wajah asli pria yang menginspirasi kehadiran Sinterklas di dunia.

Diketahui, Sinterklas adalah sosok berkostum merah khas Natal dan memiliki jenggot berwarna putih panjang dengan badan yang berisi. Pada perayaan Natal, Sinterklas disebut akan datang secara sembunyi-sembunyi dan menaruh hadiah dari satu rumah ke rumah lainnya. Banyak orang yang akan berdandan ala Sinterklas pada perayaan Natal tiap tahunnya.

Adalah Santo Nikolas dari Myra, seorang santo Kristen awal yang reputasinya sebagai pemberi hadiah mengilhami tokoh rakyat Belanda bernama Sinterklaas, yang kemudian menjadi Sinterklas di Amerika Serikat.

Sosok mitos ini kemudian bergabung dengan Sinterklas dari Inggris yang sejatinya sering diasosiasikan dengan pesta dan permainan, bukan hadiah, untuk menciptakan karakter yang dipuja anak-anak saat ini.

Namun tidak ada penggambaran pria di balik mitos ini yang bertahan dari masa hidupnya, dengan sebagian besar representasi Santo Nick Tua berasal dari berabad-abad setelah kematiannya pada tahun 343 Masehi.

Kini wajahnya yang masih hidup dapat dilihat untuk pertama kalinya sejak zaman Kekaisaran Romawi Akhir, setelah para ahli secara forensik membangun kembali fitur-fiturnya dengan menggunakan tengkoraknya.

Moraes, penulis utama studi baru ini, mengatakan itu adalah wajah yang kuat dan lembut. Tengkorak itu juga sangat cocok dengan wajah lebar yang digambarkan dalam puisi tahun 1823, A Visit From St Nicholas, yang secara luas dikenal sebagai 'Twas The Night Before Christmas.

“Tengkorak itu memiliki penampilan yang sangat kuat, menghasilkan wajah yang kuat, karena dimensinya pada sumbu horizontal lebih besar dari rata-rata,” kata Moraes melansir dari dailymail.co.uk Jumat (6/12/2024) hari ini. “Hal ini menghasilkan “wajah yang luas” yang secara anehnya sesuai dengan puisi tahun 1823. Karakteristik ini, dikombinasikan dengan janggut tebal, sangat mengingatkan kita pada sosok yang ada dalam pikiran kita saat memikirkan Sinterklas,” paparnya.

José Luís Lira, rekan penulis Mr Moraes dan seorang ahli dalam kehidupan orang-orang Nasrani menggambarkan pentingnya Nicholas dari Myra yang sebenarnya.  “Dia adalah seorang uskup yang hidup pada abad-abad awal Kekristenan dan memiliki keberanian untuk membela dan menghidupi ajaran Yesus Kristus, bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya. Dia menantang pihak berwenang, termasuk Kaisar Romawi, atas pilihannya ini,” papar Lira.

“Dia membantu mereka yang membutuhkan dengan sangat sering dan efektif sehingga ketika orang-orang mencari simbol kebaikan untuk Natal, inspirasinya datang dari dia. Kenangannya bersifat universal tidak hanya di kalangan umat Kristiani, tetapi juga diantara semua orang,” imbuhnya.

Moraes menjelaskan bagaimana orang suci yang terkenal itu menjadi legenda rakyat saat ini. “Reformasi Protestan, yang dipimpin oleh Martin Luther, adalah sebuah gerakan yang berkontribusi pada hilangnya devosi kepada Santo Nikolas di banyak negara. Pengecualian yang menonjol adalah di Belanda, dimana legenda Sinterklaas yang merupakan penindasan linguistik terhadap nama santo tetap kuat, bahkan memengaruhi koloni-koloni di negara itu,” sebut Moraes lagi.

“Satu diantara koloni tersebut adalah kota New Amsterdam, yang sekarang bernama New York, di mana legenda tersebut diindonesiakan menjadi nama Sinterklaas. Dia digambarkan sebagai seorang pria tua yang menghukum anak-anak yang berperilaku buruk dan memberi hadiah kepada mereka yang berperilaku baik,” sebutnya.

 “Gambar Sinterklas yang kita kenal sekarang ini didasarkan pada sebuah ilustrasi yang dibuat oleh Thomas Nast untuk majalah Harper's Weekly pada awal tahun 1863. Hal ini kemudian terinspirasi oleh deskripsi dalam puisi tahun 1823 berjudul A Visit from St Nicholas yang dikaitkan dengan Clement Clarke Moore,” ungkap Moraes.

Untuk menciptakan wajah tersebut, Moraes dan timnya menggunakan data yang dikumpulkan pada tahun 1950-an oleh Luigi Martino, dengan izin dari Centro Studi Nicolaiani. “Kami awalnya merekonstruksi tengkorak dalam bentuk 3D dengan menggunakan data ini. Kami kemudian menelusuri profil wajah menggunakan proyeksi statistik. Kami menambahkannya dengan teknik deformasi anatomi, di mana tomografi kepala orang yang masih hidup disesuaikan sehingga tengkorak donor virtual cocok dengan tengkorak orang suci,” sebutnya. “Wajah akhir adalah interpolasi dari semua informasi ini, mencari koherensi anatomis dan statistic,” ucap Moraes lagi.

Hasilnya adalah dua set gambar: satu gambar objektif dalam skala abu-abu, dan satu lagi yang lebih artistik - menambahkan fitur seperti jenggot dan pakaian, yang terinspirasi oleh ikonografi Santo Nikolaus.

Sisa-sisa jenazah sang santo mengungkapkan lebih dari sekadar wajahnya. “Dia tampaknya menderita radang sendi kronis yang parah di tulang belakang dan panggulnya, dan tengkoraknya menunjukkan penebalan tulang yang dapat menyebabkan sakit kepala. Menurut sumber ini, pola makannya sebagian besar adalah nabati,” jelas Moraes. 

Semasa hidupnya, Santo Nikolas adalah Uskup Myra, di tempat yang sekarang bernama Turki. Berbagai perbuatan dikaitkan dengannya, termasuk menyelamatkan tiga gadis dari pelacuran dengan membayar mahar untuk masing-masing, yang memungkinkan mereka untuk menikah.

Dia juga dikatakan telah membangkitkan tiga anak yang dibunuh oleh seorang tukang daging, yang telah mengawetkan mereka dalam air garam dan berencana untuk menjualnya sebagai daging babi.

Awalnya dimakamkan di Myra, tulang belulangnya kemudian dipindahkan ke Bari di Italia, di mana tulang belulangnya tetap berada hingga sekarang. Moraes, Dr Lira dan rekan penulisnya, Thiago Beaini, menerbitkan penelitian mereka dalam jurnal OrtogOnLineMag.


Editor: Aspian Nur

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.