Sabtu, 24/02/2018
Sabtu, 24/02/2018
DIHENTIKAN SEMENTARA: Sebagai imbas penghentian sementara sejumlah proyek tol akibat kecelakaan kerja beberapa waktu lalu, proyek tol Balikpapan-Samarinda pun dihentikan sementara. (Foto: istimewa)
Sabtu, 24/02/2018
DIHENTIKAN SEMENTARA: Sebagai imbas penghentian sementara sejumlah proyek tol akibat kecelakaan kerja beberapa waktu lalu, proyek tol Balikpapan-Samarinda pun dihentikan sementara. (Foto: istimewa)
SAMARINDA – Tak ingin kejadian naas terjadi di Kalimantan Timur, proyek pembangunan Proyek tol Samarinda-Balikpapan akhirnya dihentikan sementara. Hal ini sesuai dengan Surat dengan nomor: IK.01.01-Mn/248 tentang pemberhentian sementara pekerjaan konstruksi jalan layang yang menjadi tanggung jawab Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT Jasamarga Balikpapan Samarinda. Pasalnya, telah terjadi insiden ambruknya tiang Tol Bekasi–Cawang–Kampung Melayu. Surat ini telah disampaikan pada Rabu (21/2) lalu. Namun sampai saat ini pusat belum juga merilis alasan pastinya menghentikan segala proyek yang menyangkut konstruksi jalan layang.
Menyikapi hal ini, pengamat konstruksi sekaligus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim Slamet Suhariadi mengaku sangat mendukung langkah pemerintah dalam menghentikan sementara pembangunan jalan tol Samarinda-Balikpapan.
“Ya meskipun alasannya belum diungkap, namun proyek ini memang dilihat memiliki resiko kecelakaan,” ujar Slamet.
Namun baginya, proyek tol sepanjang 99,02 kilometer itu memang sudah selayaknya dihentikan sebelum benar-benar-dibangun tanpa memperhitungkan resiko kecelakaannya.
“Dalam hal ini ada delapan kriteria pekerjaan yang harus dihentikan sesuai dengan isi surat Kementerian PUPR. Diantaranya menggunakan balok atau beton, menggunakan sistem hanging scaffolding atau scaffolding gantung. Kemudian konstruksi yang menggunakan sistem balance cantilever precast dan sistem launcher beam. Sementara dari Kementerian PUPR juga melarang konstruksi dengan massa atau tonase yan besar, kemudian yang mempunyai jumlah kapasitas angkat kurang dari lima dan keamanan sistem bekisting kurang dari empat,” urainya.
Sehingga, baginya langkah pemerintah sudah tepat ketika ada insiden yang membuat kontraktor harus menghentikan langkahnya dalam pembangunan tol Samarinda-Balikpapan. “Apapun jenis pekerjaan konstruksi, kalau ada insiden harus stop dulu,” singkatnya.
Tak hanya itu, Kementerian PUPR baginya juga perlu melakuan evaluasi atau pengarahan kepada kontraktor tentang sejumlah hal. Apalagi insiden robohnya konstruksi sudah dua kali terjadi. “Pertama robohnya crane Tol Pasuruan pada Oktober tahun lalu sampai ada pekerja Kaltim yang tewas. Namun yang terpenting dari Kementerian maupun Dinas PUPR harus benar-benar mengecek dengan mempertimbangkan K3 (keselematan dna kesehatan kerja). Sehingga kalau terjadi insiden lagi, tandanya SOP (Standar Operasional Prosedur) menurutnya ada yang tidak dijalankan.
“Makanya untuk mengantisipa-sinya, harus dicek teknis penger-jaannya,meskipun terkadang ada human error dalam suatu insiden. Namun dalam hal ini pemerintah juga harus mengecek hal-hal teknisnya khususnya dalam RK3K (Rencana K3). Sudah sesuai atau belum,” tutup Slamet. (ms)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.