Kamis, 05/07/2018

Nemlen Wehea, Ritual Adat Yang Hidup Lagi Setelah 15 Tahun

Kamis, 05/07/2018

Warga Suku Dayak Wehea berangkat menggunakan perahu untuk berkumpul melakukan puasa dirumah adat

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Nemlen Wehea, Ritual Adat Yang Hidup Lagi Setelah 15 Tahun

Kamis, 05/07/2018

logo

Warga Suku Dayak Wehea berangkat menggunakan perahu untuk berkumpul melakukan puasa dirumah adat

KORANKALTIM.COM, SANGATTA - Sungguh beragam kebudayaan Indonesia, tradisi - tradisi yang unik diturunkan dari leluhur dan di teruskan oleh penerusnya sampai saat ini. Dan salah satu tradisi yang masih terjaga tersebut adalah Nemlen Wehea, ritual yang dilakukan oleh Suku  Dayak Wehea, di Kecamatan Muara  Wahau Kutai Timur. 

Ritual ini didalamnya mengandung arti kemenangan dalam segala bentuk dan segala bidang menuju pendewasaan seorang laki-laki bagi  adat Wehea dan diikuti seluruh desa di Kecamatan Muara Wahau, diawali dengan berpuasa selama tiga hari. Warga berpuasa berkumpul di sebuah rumah adat  guna menjalankan puasa bersama-sama. 

Uniknya, puasa dalam ritual ini dilakukan siang dan malam, orang yang berpuasa tidak diperboleh untuk makan garam, merokok dan minum air putih. Bahkan mandi maupun cuci muka. Hanya boleh makan nasi putih. Mereka yang melakukan puasa, tidak boleh mengonsumsi apa yang dilarang selama tiga hari.

Mereka yang telah melewati masa berpuasa di rumah adat, kemudian kembali ke Desa Bea Nehas yang menjadi tempat pusat kegiatan dengan menggunakan rakit. Mereka pun disambut di Sungai Telen oleh keluarga mereka. Sesampai diDesa Bea Nehas menuju masing-masing tekeak (bambu yang didirikan di lapangan dihiasi telur dan anak ayam yang sudah disembelih), untuk menjalani ritual Mengbong, yakni ritual menuju arah pendewasaan. 

Ditandai dengan melempar ayam jago ke udara oleh para pemuda peserta ritual Nemlen. Ayam jago yang dilempar harus terbang dan berkokok sebagai pertanda kemengan dan pertanda, si peserta sudah melalui prosesi demi prosesi Nemlen dengan baik.

Dari sungai, mereka dibawa ke lapangan Desa Bea Nehas menuju masing-masing tekeak (bambu yang didirikan di lapangan dihiasi telur dan anak ayam yang sudah disembelih), untuk menjalani ritual Mengbong, yakni ritual menuju arah pendewasaan. Ditandai dengan melempar ayam jago ke udara oleh para pemuda peserta ritual Nemlen. Ayam jago yang dilempar harus terbang dan berkokok sebagai pertanda kemengan dan pertanda, si peserta sudah melalui prosesi demi prosesi Nemlen dengan baik.

Ledjie Tot, Ketua panitia sekaligus Wakil Ketua Lembaga Adat Besar Wehea menceritakan, dahulu kala anak-anak muda khususnya laki-laki yang beranjak remaja, baru bisa menikah jika sudah melewati ritual Nemlen.Tapi, pada dasarnya Nemlen diikuti seluruh pemuda, baik yang beranjak remaja sebagai pemula, maupun dewasa. " Ritual ini  baru digelar kembali setelah 15 tahun berlalu. Nantinya semua pemuda akan mengikutinya baik remaja maupun yang sudah menikah namun belum pernah ikut ritual,"ujar Ledjie Tot. 


Penulis : Yuli

Editor: Aspian Nur

Nemlen Wehea, Ritual Adat Yang Hidup Lagi Setelah 15 Tahun

Kamis, 05/07/2018

Warga Suku Dayak Wehea berangkat menggunakan perahu untuk berkumpul melakukan puasa dirumah adat

Berita Terkait


Nemlen Wehea, Ritual Adat Yang Hidup Lagi Setelah 15 Tahun

Warga Suku Dayak Wehea berangkat menggunakan perahu untuk berkumpul melakukan puasa dirumah adat

KORANKALTIM.COM, SANGATTA - Sungguh beragam kebudayaan Indonesia, tradisi - tradisi yang unik diturunkan dari leluhur dan di teruskan oleh penerusnya sampai saat ini. Dan salah satu tradisi yang masih terjaga tersebut adalah Nemlen Wehea, ritual yang dilakukan oleh Suku  Dayak Wehea, di Kecamatan Muara  Wahau Kutai Timur. 

Ritual ini didalamnya mengandung arti kemenangan dalam segala bentuk dan segala bidang menuju pendewasaan seorang laki-laki bagi  adat Wehea dan diikuti seluruh desa di Kecamatan Muara Wahau, diawali dengan berpuasa selama tiga hari. Warga berpuasa berkumpul di sebuah rumah adat  guna menjalankan puasa bersama-sama. 

Uniknya, puasa dalam ritual ini dilakukan siang dan malam, orang yang berpuasa tidak diperboleh untuk makan garam, merokok dan minum air putih. Bahkan mandi maupun cuci muka. Hanya boleh makan nasi putih. Mereka yang melakukan puasa, tidak boleh mengonsumsi apa yang dilarang selama tiga hari.

Mereka yang telah melewati masa berpuasa di rumah adat, kemudian kembali ke Desa Bea Nehas yang menjadi tempat pusat kegiatan dengan menggunakan rakit. Mereka pun disambut di Sungai Telen oleh keluarga mereka. Sesampai diDesa Bea Nehas menuju masing-masing tekeak (bambu yang didirikan di lapangan dihiasi telur dan anak ayam yang sudah disembelih), untuk menjalani ritual Mengbong, yakni ritual menuju arah pendewasaan. 

Ditandai dengan melempar ayam jago ke udara oleh para pemuda peserta ritual Nemlen. Ayam jago yang dilempar harus terbang dan berkokok sebagai pertanda kemengan dan pertanda, si peserta sudah melalui prosesi demi prosesi Nemlen dengan baik.

Dari sungai, mereka dibawa ke lapangan Desa Bea Nehas menuju masing-masing tekeak (bambu yang didirikan di lapangan dihiasi telur dan anak ayam yang sudah disembelih), untuk menjalani ritual Mengbong, yakni ritual menuju arah pendewasaan. Ditandai dengan melempar ayam jago ke udara oleh para pemuda peserta ritual Nemlen. Ayam jago yang dilempar harus terbang dan berkokok sebagai pertanda kemengan dan pertanda, si peserta sudah melalui prosesi demi prosesi Nemlen dengan baik.

Ledjie Tot, Ketua panitia sekaligus Wakil Ketua Lembaga Adat Besar Wehea menceritakan, dahulu kala anak-anak muda khususnya laki-laki yang beranjak remaja, baru bisa menikah jika sudah melewati ritual Nemlen.Tapi, pada dasarnya Nemlen diikuti seluruh pemuda, baik yang beranjak remaja sebagai pemula, maupun dewasa. " Ritual ini  baru digelar kembali setelah 15 tahun berlalu. Nantinya semua pemuda akan mengikutinya baik remaja maupun yang sudah menikah namun belum pernah ikut ritual,"ujar Ledjie Tot. 


Penulis : Yuli

Editor: Aspian Nur

 

Berita Terkait

Lokasi CFD Tenggarong Pindah Besok Pagi, SK2 Bakal Bagikan 200 Sapoh untuk Para Pedagang

Pj Gubernur Kaltim Pantau Banjir di Mahulu, Penyaluran Listrik, Bantuan Pangan dan Air Bersih jadi Prioritas Awal

Dukung Gerakan Literasi Desa, Paser Terima Mobil Pusling diJakarta

Warga RT 13 Kelurahan Baru, Tenggarong Berembuk Manfaatkan Dana Rp50 Juta

Setelah Balikpapan, Dinkes Kaltim Siap Vaksinasi Lima Ribu Anak di Kota Samarinda

Dinsos Kaltim Kirim 1.500 Paket ke Mahulu, Kemensos RI juga Segera Beri Bantuan

Ribuan Orang Hadiri Tabligh Akbar Ustaz Abdul Somad di Masjid Al Qadar Tenggarong Siang Tadi

Kecamatan Tabang Diterjang Banjir Imbas Hujan di Hulu Sungai Belayan, BPBD Kukar Turunkan Tim Pantau Potensi Banjir Kiriman dari Mahulu

Hendak Menyeberang Jalan Saat Banjir di Mahulu, Karyawan Warung PHP Sebenaq Meninggal Dunia Pagi Tadi

Aktivitas Warga di Ibu Kota Mahulu Mulai Normal Setelah Sempat Diterjang Banjir

Kerap Mencuri di Rumah Kosong, Warga Perum Handil Kopi Sambutan Diciduk Polisi

Pabrik Smelter di Sangasanga Kembali Terbakar, Tiga Orang Alami Luka-Luka

Proyek Peningkatan Sistem Drainase Perkotaan di Tanjung Redeb Habiskan Anggaran Rp23,7 Miliar

Pengembangan Lahan Kakao Berau Baru 500 Hektare, Kelompok Tani Diminta Tak Alih Fungsikan Lahan

Ketergantungan Kaltim pada Sektor Pertambangan jadi Sorotan

Petani Kakao di Berau Diminta Bermitra dengan Perusahaan

Libatkan 14 Perusahaan, Disnaker Samarinda Buka Job Fair Pekan Depan

Aplikasi Perjalanan Dinas Dikritisi Anggota DPRD Samarinda, Sebut Jalan-Jalan untuk Adopsi Tata Kota

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.