Senin, 18/09/2017

Ini Saran Ahli untuk Bentuk Moral Anak

Senin, 18/09/2017

ILUSTRASI

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Ini Saran Ahli untuk Bentuk Moral Anak

Senin, 18/09/2017

logo

ILUSTRASI

CANBERRA - Pengajar dan peneliti psikologi Universitas Harvard Richard Weissbourd menilai tujuan pendidikan orang tua terhadap anak-anak saat ini tidak lagi berorintasi pada kebahagiaan atau harga diri anak-anak.

Penelitian yang dilakukan Weissbourd bersama sekelompok mahasiswa pasca sarjana Universitas Harvard pada 2005 terhadap anak-anak di lima SMA menemukan, orang tua yang terlalu intensif memerhatikan kebahagiaan dan harga diri anak-anak justru menempatkan anak-anak mereka dalam persoalan moralitas, demikian dilansir Muslim Village, Ahad (17/9).

Penelitian ini menemukan, banyak anak-anak saat ini melihat kebahagiaan sebagai hal utama. Dua pertiga dari mereka melihat hidup bahagia lebih penting dari kepeduliaan terhadap orang lain dan dua pertiga anak-anak juga menyatakan bagi orang tua mereka anak-anak bahagia lebih penting ketimpang anak baik.

Seberapa besar pandangan antara memiliki anak baik dan anak bahagia memang masih jadi kendala untuk ditelaah. Faktanya, banyak orang tua dan anak-anak yakin dengan menjadi orang yang bahagia, mereka bisa bersikap lebih positif terhadap orang lain.

Orang tua saat ini berpikir pola ini seperti masker oksigen dalam kondisi darurat, yakni menolong diri sendiri sebelum yang lain. Ini berbeda orang tua dulu mengambil acuan dari kitab suci dimana moralitas bersumber dari penderitaan atau memenuhi tanggung jawab besar atau sejenisnya.

Satu hal yang laik dipertimbangkan, perasaan positif terhadap diri sendiri bisa membawa pada sikap arogan. Para pelaku perundungan atau ketua kelompok kriminal memiliki harga diri yang tinggi. Harga diri bisa muncul saat seseorang merasa memiliki kekuasaan.

Orang tua yang terlalu fokus pada kebahagiaan anak mereka justru tidak membuat anak-anak mereka bahagia. Mereka mengintervensi hal yang seharusnya dihadapi anak-anak mereka dan akan menjadi bekal jangka panjang.

Memprioritaskan kebahagiaan anak ketimbang menjadikan mereka baik kepada orang lain bisa menggerus kemampuan anak-anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Orang tua juga kadang lupa anak mereka punya tanggung jawab yang harus dipenuhi terhadap lingkungan mereka.

Tidak ada tawar menawar dalam urusan moralitas. Orang tua tidak berharap kepedulian anak sebagai hasil instan perasaan positif terhadap diri sendiri. Kepedulian anak terhadap orang lain harus ditumbuhkan meski itu tak nyaman bagi anak-anak. Sehingga lebih baik bagi orang tua mengutamakan kepeduliaan terhadap sesama kepada anak-anak mereka ketimbang mendorong anak untuk fokus pada kebahagiaan mereka saja.

Pun, ketimbang fokus pada membangun kebahagiaan anak, orang tua bisa fokus pada kematangan dan kedewasaan anak-anak. Hal ini termasuk menyeimbangkan keinginan diri sendiri dan orang lain, refleksi diri dan respons yang tepat terhadap kritik. (rol)


Ini Saran Ahli untuk Bentuk Moral Anak

Senin, 18/09/2017

ILUSTRASI

Berita Terkait


Ini Saran Ahli untuk Bentuk Moral Anak

ILUSTRASI

CANBERRA - Pengajar dan peneliti psikologi Universitas Harvard Richard Weissbourd menilai tujuan pendidikan orang tua terhadap anak-anak saat ini tidak lagi berorintasi pada kebahagiaan atau harga diri anak-anak.

Penelitian yang dilakukan Weissbourd bersama sekelompok mahasiswa pasca sarjana Universitas Harvard pada 2005 terhadap anak-anak di lima SMA menemukan, orang tua yang terlalu intensif memerhatikan kebahagiaan dan harga diri anak-anak justru menempatkan anak-anak mereka dalam persoalan moralitas, demikian dilansir Muslim Village, Ahad (17/9).

Penelitian ini menemukan, banyak anak-anak saat ini melihat kebahagiaan sebagai hal utama. Dua pertiga dari mereka melihat hidup bahagia lebih penting dari kepeduliaan terhadap orang lain dan dua pertiga anak-anak juga menyatakan bagi orang tua mereka anak-anak bahagia lebih penting ketimpang anak baik.

Seberapa besar pandangan antara memiliki anak baik dan anak bahagia memang masih jadi kendala untuk ditelaah. Faktanya, banyak orang tua dan anak-anak yakin dengan menjadi orang yang bahagia, mereka bisa bersikap lebih positif terhadap orang lain.

Orang tua saat ini berpikir pola ini seperti masker oksigen dalam kondisi darurat, yakni menolong diri sendiri sebelum yang lain. Ini berbeda orang tua dulu mengambil acuan dari kitab suci dimana moralitas bersumber dari penderitaan atau memenuhi tanggung jawab besar atau sejenisnya.

Satu hal yang laik dipertimbangkan, perasaan positif terhadap diri sendiri bisa membawa pada sikap arogan. Para pelaku perundungan atau ketua kelompok kriminal memiliki harga diri yang tinggi. Harga diri bisa muncul saat seseorang merasa memiliki kekuasaan.

Orang tua yang terlalu fokus pada kebahagiaan anak mereka justru tidak membuat anak-anak mereka bahagia. Mereka mengintervensi hal yang seharusnya dihadapi anak-anak mereka dan akan menjadi bekal jangka panjang.

Memprioritaskan kebahagiaan anak ketimbang menjadikan mereka baik kepada orang lain bisa menggerus kemampuan anak-anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Orang tua juga kadang lupa anak mereka punya tanggung jawab yang harus dipenuhi terhadap lingkungan mereka.

Tidak ada tawar menawar dalam urusan moralitas. Orang tua tidak berharap kepedulian anak sebagai hasil instan perasaan positif terhadap diri sendiri. Kepedulian anak terhadap orang lain harus ditumbuhkan meski itu tak nyaman bagi anak-anak. Sehingga lebih baik bagi orang tua mengutamakan kepeduliaan terhadap sesama kepada anak-anak mereka ketimbang mendorong anak untuk fokus pada kebahagiaan mereka saja.

Pun, ketimbang fokus pada membangun kebahagiaan anak, orang tua bisa fokus pada kematangan dan kedewasaan anak-anak. Hal ini termasuk menyeimbangkan keinginan diri sendiri dan orang lain, refleksi diri dan respons yang tepat terhadap kritik. (rol)


 

Berita Terkait

Hindari Hasil Imbang Apalagi Kalah, Borneo FC Siap Revans Hadapi Madura United Besok Malam di Batakan

Manchester United Menang di Old Trafford, Rasmus Hojlund Cetak Gol Lagi Setelah 10 Pertandingan

Borneo FC Yakin Balas Kekalahan dari Madura United di Leg Kedua

Abdul Rahman Agus Pimpin Pabersi Kaltim, KONI Minta Jaga Posisi untuk Tetap jadi Cabang Olahraga Andalan

LeKOP Optimistis Kaltim Bisa Tembus 5 Besar di PON XXI/2024 Aceh-Sumatera Utara

Championship Series: Borneo FC Kekuatan Penuh Saat Dijamu Madura United Nanti Malam

Bayer Leverkusen Cetak Sejarah di Bundesliga, Tak Pernah Kalah di Laga Tandang Selama Satu Musim

Arsenal Berharap Tottenham Hotspur Jegal Manchester City dalam Perebutan Gelar Juara Liga Inggris

Menang Telak dan Degradasikan Granada, Real Madrid Lewati Rekor 34 Tahun

Inter Milan Menang Telak Lima Gol Tanpa Balas Lawan Frosinone

Festival Sepak Bola Dini di Mini Soccer Aji Imbut Tenggarong Seberang Bukti Pemerintah Hadir Dalam Pembinaan Olahraga

Trofi Bola Emas Maradona Dilelang Bulan Depan di Paris

Skuat Pabrik Torehkan Sejarah di Eropa, Tak Terkalahkan dalam 49 Laga, Bisa Lewati Catatan 59 Tahun Benfica

Borneo FC di Grup B ASEAN Championship Club, Nabil Husien Sebut jadi Pengalaman Berharga

Asa Masih Ada untuk Indonesia U-23 Hadapi Guinea U-23 Malam Nanti

Singkirkan PSG, Final Liga Champions jadi Penebus Kecewa Borussia Dortmund

Judo Kaltim Bakal Ajukan Try Out ke Korea, Dua Kelas Diyakini Potensi Juara di PON

Dispora Pastikan Festival Sepak Bola Usia Dini di Stadion Aji Imbut Pekan Ini

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.