Minggu, 24/09/2017
Minggu, 24/09/2017
Hetifah Sjaifudian
Minggu, 24/09/2017
Hetifah Sjaifudian
SAMARINDA – Pemerintah telah menetapkan Hari Tani Nasional, 24 September. Peringatan ini mendasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 169/1963. Penetapan ini mengacu pada tanggal disahkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria atau yang dikenal dengan UUPA.
Hetifah Sjaifudian, Anggota DPR RI mengatakan Hari Tani Nasional (HTN) merupakan momentum kebangkitan kaum tani di seluruh Indonesia dan mengingatkan pemerintah bahwa UUPA mengamanatkan mewujudkan keadilan sosial dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pelaksanaan reforma agraria.
“Dalam reforma agraria terdapat program pokok yaitu menyediakan tanah dan program pendukung lainnya untuk kaum petani, tetapi hingga saat ini belum berjalan maksimal,” kata Hetifah, Minggu (24/9) kemarin.
Wanita berkerudung ini menyatakan pemerintah telah mematok target 9 juta hektare (ha) untuk redistribusi tanah dan legalisasi aset, maka perlu langkah khusus mengawal program reforma agraria.
“Masa pemerintah Jokowi-JK tinggal 2 tahun lagi, sementara distribusi lahan belum merata dan kemiskinan di pedesaan semakin luas karena ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang semakin tajam. Tahun 2025 seluruh tanah di targetkan sudah dilegalisasi,” terangnya.
Hetifah juga menjelaskan perlu ada jalan keluar atas berbagai konflik agraria yang meningkat di berbagai sektor dan daerah yang berujung pada tindakan represif terhadap petani.
“Dari 2004-2015, tercatat 1.772 konflik agraria dengan luasan wilayah konflik 6.942.381 ha di Kaltim dengan korban 1.085.817 kepala keluarga. Akibat represifitas aparat polisi, TNI, satpol PP dan keamanan korporasi di lapangan terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah, tercatat petani, nelayan, masyarakat adat yang ditangkap 1.673 orang, dianiaya atau luka-luka 757 orang, ditembak 149 orang dan tewas 90 orang (KPA, 2015). Ini perlu tindakan konkret, jangan dibiarkan,” tambahnya.
Anggota DPR RI Dapil Kaltim dan Kaltara ini kembali menerangkan kasus sengketa lahan yang terjadi di Kaltim terlalu lama dibiarkan dan berlarut-larut.
“Contoh saja tahun lalu saya menerima aspirasi sengketa lahan dari Desa Sumber Sari, Kabupaten Kubar. Sudah mengadu ke beberapa instansi, tetapi belum solutif. Malah konflik dibawah semakin mengkhawatirkan, hingga lahan mereka sampai dibakar,” tutup Hetifah. (sab)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.