Minggu, 16/12/2018
Minggu, 16/12/2018
Edy Kurniawan
Minggu, 16/12/2018
Edy Kurniawan
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dalam beberapa pekan terakhir anjlok. Nilainya jauh dari yang ditetapkan pemerintah. Di Penajam Paser Utara harga Rp700/kg TBS sementara di Paser TBS per kg hanya dihargai Rp600. Di Kukar, harga TBS di kisaran Rp400-Rp750/kg.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Edy Kurniawan menyebut salah satu faktor anjloknya harga sawit karena karena ada perang dagang anatara Amerika Serikat dengan China. "Yang lebih utama anjloknya harga sawit, karena kita diboikot sebagian dari negara eropa. Dan juga karena persaingan dagang." kata Edy baru-baru ini.
Artinya crude palm oil (CPO) yang diekspor keluar Kaltim itu diolah menjadi bahan baku untuk menghasilkan minyak, mentega, dan lain sebagainya. Sementara di Eropa, CPO-nya kalah bersaing dengan bahan di Indonesia khususnya di Kaltim.
"Makanya mereka (negara-negara Eropa) blokade dengan tidak mengimpor CPO. Itu yang lebih utama. Sehingga harga CPO kita jatuh. Dan ketika harga CPO kita jatuh, secara otomatis berpengaruh dengan harga sawit. Artinya, sawit yang sudah kita olah menjadi CPO banyak yang diblok. Makanya mereka beranggapan serangan itu masuk. Itu salah satu persaingan mereka," paparnya.
Faktor yang lebih dominan anjloknya harga sawit menurut politisi PDI Perjuangan ini karena adanya embargo dari sebagian masyarakat Eropa berkaitan dengan CPO. "Kalau sudah banyak suplai CPO dari pada permintaan, secara otomatis harga jatuh. Artinya banyak stok barang, sementara yang beli sedikit. Itu gambarannya,” ucap Edy.
Malaysia juga mengalami hal yang sama. Namun, di Malaysia cenderung CPO itu diolah sendiri. Edy menyebut hilirisasi Malaysia lebih bagus karena CPO dibuat kosmetik, minyak dan lain sebagainya. "Sedangkan kita hilirisasi sebatas produk CPO saja. Kalaupun ada, itu kecil. Itu maslahnya," jelasnya.
Soal hilirisasi CPO, Edy mengaku pernah memperjuangkanya ke pusat. Sebab pemerintah pusat sedang mengembangkan hilirisasi dari CPO menjadi biodiesel. Padahal jika itu sudah berjalan, dijamin tidak ada lagi kerisis energi. Apalagi jika bisa membuat energi yang terbarukan untuk bahan bakar.
"Pada prinsipnya, ini sudah mulai kita gulirkan. Hiliriasi kita harus kencang. Jadi kita minta para Kadin, PMS (Pabrik Minyak Sawit, Red) yang ada di setiap perusahaan di perkebunan sawit harus mendorong masyarakat yang mempunyai kebun sawit mandiri untuk bermitra dengan perusahaan sawit. Itu salah satu cara untuk mengurangi gejolak jatuhnya harga sawit," tutup Edy Kurniawan. (adv/*1)
Edy Kurniawan
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dalam beberapa pekan terakhir anjlok. Nilainya jauh dari yang ditetapkan pemerintah. Di Penajam Paser Utara harga Rp700/kg TBS sementara di Paser TBS per kg hanya dihargai Rp600. Di Kukar, harga TBS di kisaran Rp400-Rp750/kg.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Edy Kurniawan menyebut salah satu faktor anjloknya harga sawit karena karena ada perang dagang anatara Amerika Serikat dengan China. "Yang lebih utama anjloknya harga sawit, karena kita diboikot sebagian dari negara eropa. Dan juga karena persaingan dagang." kata Edy baru-baru ini.
Artinya crude palm oil (CPO) yang diekspor keluar Kaltim itu diolah menjadi bahan baku untuk menghasilkan minyak, mentega, dan lain sebagainya. Sementara di Eropa, CPO-nya kalah bersaing dengan bahan di Indonesia khususnya di Kaltim.
"Makanya mereka (negara-negara Eropa) blokade dengan tidak mengimpor CPO. Itu yang lebih utama. Sehingga harga CPO kita jatuh. Dan ketika harga CPO kita jatuh, secara otomatis berpengaruh dengan harga sawit. Artinya, sawit yang sudah kita olah menjadi CPO banyak yang diblok. Makanya mereka beranggapan serangan itu masuk. Itu salah satu persaingan mereka," paparnya.
Faktor yang lebih dominan anjloknya harga sawit menurut politisi PDI Perjuangan ini karena adanya embargo dari sebagian masyarakat Eropa berkaitan dengan CPO. "Kalau sudah banyak suplai CPO dari pada permintaan, secara otomatis harga jatuh. Artinya banyak stok barang, sementara yang beli sedikit. Itu gambarannya,” ucap Edy.
Malaysia juga mengalami hal yang sama. Namun, di Malaysia cenderung CPO itu diolah sendiri. Edy menyebut hilirisasi Malaysia lebih bagus karena CPO dibuat kosmetik, minyak dan lain sebagainya. "Sedangkan kita hilirisasi sebatas produk CPO saja. Kalaupun ada, itu kecil. Itu maslahnya," jelasnya.
Soal hilirisasi CPO, Edy mengaku pernah memperjuangkanya ke pusat. Sebab pemerintah pusat sedang mengembangkan hilirisasi dari CPO menjadi biodiesel. Padahal jika itu sudah berjalan, dijamin tidak ada lagi kerisis energi. Apalagi jika bisa membuat energi yang terbarukan untuk bahan bakar.
"Pada prinsipnya, ini sudah mulai kita gulirkan. Hiliriasi kita harus kencang. Jadi kita minta para Kadin, PMS (Pabrik Minyak Sawit, Red) yang ada di setiap perusahaan di perkebunan sawit harus mendorong masyarakat yang mempunyai kebun sawit mandiri untuk bermitra dengan perusahaan sawit. Itu salah satu cara untuk mengurangi gejolak jatuhnya harga sawit," tutup Edy Kurniawan. (adv/*1)
Copyright © 2024 - Korankaltim.com
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.