Senin, 11/12/2017

AS Buka Dokumen Perjuangan Kemerdekaan Papua

Senin, 11/12/2017

TUNTUTAN MERDEKA: Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat Goliat Tabuni menyatakan tak akan pernah menyerah pada NKRI.

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

AS Buka Dokumen Perjuangan Kemerdekaan Papua

Senin, 11/12/2017

logo

TUNTUTAN MERDEKA: Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat Goliat Tabuni menyatakan tak akan pernah menyerah pada NKRI.

JAKARTA - Amerika Serikat kembali membuka dokumen tentang peristiwa yang terjadi di Indonesia pada masa 1960-an. Salah satu arsip yang telah dideklasifikasi adalah tentang perjuangan Papua meraih kemerdekaan.

Dokumen itu mencatat, Papua telah meminta Amerika Serikat mendanai dan memberikan senjata untuk perang melawan tentara Indonesia pada pertengahan 1960.

Dokumen-dokumen itu juga merekam keluhan orang Papua pada saat terjadi bentrok dengan pasukan keamanan Indonesia. Para nasionalis Papua telah menarik perhatian di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Para periset saat ini sedang berupaya menyajikan dokumen-dokumen itu secara online. Seperti yang dilansir dari AP, berkas itu berisi ribuan halaman telegram diplomatik antara Departemen Luar Negeri dan Kedutaan Besar AS di Jakarta. Dokumen itu mencatat sejarah dari 1960 dan baru dideklasifikasikan pada awal tahun ini. 37 kotak telegram disimpan di Arsip Nasional dan Administrasi di Maryland.

Dokumen itu mencatat ada sekitar 1.000 orang Papua yang hak pilihnya dicurangi untuk memperkuat kontrol Indonesia pada 1969. Sebelum aneksasi, Belanda menyatakan tidak keberatan jika Papua mempersiapkan pemerintahannya sendiri. Pada 1967, Pemerintah Amerika Serikat membantu perusahaan pertambangan, Freeport untuk mengeksploitasi deposit tembaga dan emas yang kaya di Papua.

April 1966, dokumen dari kabel telegram antara Departemen Luar Negeri mencatat “kefasihan dan intensitas” Markus Kaisiepo, seorang pemimpin Papua yang diasingkan. Kaisiepo berbicara dengan pejabat senior Amerika Serikat tentang penderitaan orang-orang Papua di bawah kekuasaan Indonesia.

Kaisiepo mengatakan bahwa orang Papua bertekad untuk memiliki kemerdekaan namun sama sekali tanpa sumber keuangan atau peralatan militer yang dibutuhkan untuk melawan Pemerintah Indonesia. Kaisiepo, bertanya apakah Pemerintah Amerika Serikat bisa memberikan bantuan.

“Apakah Amerika dapat memberikan uang dan senjata secara diam-diam untuk membantunya dan gerakannya,” ujar Kaisiepo saat itu. Permintan Kaisiepo ditolak, sama halnya dengan permintaan pemimpin Papua lainnya, Nicolaas Jouwe. Ia ditolak saat meminta dana dan senjata ke Amerika Serikat dan Australia pada September 1965.

Dokumen-dokumen tersebut juga menunjukkan bagaimana pejabat pemerintahan Indonesia menjarah wilayah Papua setelah Indonesia mencaploknya pada tahun 1962. Hal itu membawa jatuhnya standar hidup, memicu kemarahan hingga menjadi pemberontakan secara langsung.

Namun, yang paling menjadi perhatian dunia adalah keengganan Pemerintah Indonesia untuk menghormati perjanjian yang diawasi Amerika Serikat dan diawasi oleh PBB dengan Belanda. Perjanjian itu mengamanatkan bahwa orang Papua akan memutuskan apakah akan bersama dengan Indonesia atau menjadi penguasa sendiri.

Victor Yeimo, ketua Komite Nasional Papua Barat yang pro kemerdekaan, mengatakan bahwa dokumen tersebut “sangat penting” karena mereka memberikan bukti kejahatan terhadap orang Papua oleh militer Indonesia dan peran Amerika Serikat dalam menolak penentuan nasib sendiri.

Victor mengatakan, kepentingan ekonomi dan politik Amerika Serikat memainkan peran besar dalam penjajahan Papua Barat. “Informasi yang diperoleh dari dokumen-dokumen ini menunjukkan kepada dunia dan generasi sekarang bahwa Amerika Serikat dan Indonesia selalu saling membantu dalam menyembunyikan kebenaran selama ini,”kata Victor seperti dikutip AP. (tco)


AS Buka Dokumen Perjuangan Kemerdekaan Papua

Senin, 11/12/2017

TUNTUTAN MERDEKA: Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat Goliat Tabuni menyatakan tak akan pernah menyerah pada NKRI.

Berita Terkait


AS Buka Dokumen Perjuangan Kemerdekaan Papua

TUNTUTAN MERDEKA: Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat Goliat Tabuni menyatakan tak akan pernah menyerah pada NKRI.

JAKARTA - Amerika Serikat kembali membuka dokumen tentang peristiwa yang terjadi di Indonesia pada masa 1960-an. Salah satu arsip yang telah dideklasifikasi adalah tentang perjuangan Papua meraih kemerdekaan.

Dokumen itu mencatat, Papua telah meminta Amerika Serikat mendanai dan memberikan senjata untuk perang melawan tentara Indonesia pada pertengahan 1960.

Dokumen-dokumen itu juga merekam keluhan orang Papua pada saat terjadi bentrok dengan pasukan keamanan Indonesia. Para nasionalis Papua telah menarik perhatian di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Para periset saat ini sedang berupaya menyajikan dokumen-dokumen itu secara online. Seperti yang dilansir dari AP, berkas itu berisi ribuan halaman telegram diplomatik antara Departemen Luar Negeri dan Kedutaan Besar AS di Jakarta. Dokumen itu mencatat sejarah dari 1960 dan baru dideklasifikasikan pada awal tahun ini. 37 kotak telegram disimpan di Arsip Nasional dan Administrasi di Maryland.

Dokumen itu mencatat ada sekitar 1.000 orang Papua yang hak pilihnya dicurangi untuk memperkuat kontrol Indonesia pada 1969. Sebelum aneksasi, Belanda menyatakan tidak keberatan jika Papua mempersiapkan pemerintahannya sendiri. Pada 1967, Pemerintah Amerika Serikat membantu perusahaan pertambangan, Freeport untuk mengeksploitasi deposit tembaga dan emas yang kaya di Papua.

April 1966, dokumen dari kabel telegram antara Departemen Luar Negeri mencatat “kefasihan dan intensitas” Markus Kaisiepo, seorang pemimpin Papua yang diasingkan. Kaisiepo berbicara dengan pejabat senior Amerika Serikat tentang penderitaan orang-orang Papua di bawah kekuasaan Indonesia.

Kaisiepo mengatakan bahwa orang Papua bertekad untuk memiliki kemerdekaan namun sama sekali tanpa sumber keuangan atau peralatan militer yang dibutuhkan untuk melawan Pemerintah Indonesia. Kaisiepo, bertanya apakah Pemerintah Amerika Serikat bisa memberikan bantuan.

“Apakah Amerika dapat memberikan uang dan senjata secara diam-diam untuk membantunya dan gerakannya,” ujar Kaisiepo saat itu. Permintan Kaisiepo ditolak, sama halnya dengan permintaan pemimpin Papua lainnya, Nicolaas Jouwe. Ia ditolak saat meminta dana dan senjata ke Amerika Serikat dan Australia pada September 1965.

Dokumen-dokumen tersebut juga menunjukkan bagaimana pejabat pemerintahan Indonesia menjarah wilayah Papua setelah Indonesia mencaploknya pada tahun 1962. Hal itu membawa jatuhnya standar hidup, memicu kemarahan hingga menjadi pemberontakan secara langsung.

Namun, yang paling menjadi perhatian dunia adalah keengganan Pemerintah Indonesia untuk menghormati perjanjian yang diawasi Amerika Serikat dan diawasi oleh PBB dengan Belanda. Perjanjian itu mengamanatkan bahwa orang Papua akan memutuskan apakah akan bersama dengan Indonesia atau menjadi penguasa sendiri.

Victor Yeimo, ketua Komite Nasional Papua Barat yang pro kemerdekaan, mengatakan bahwa dokumen tersebut “sangat penting” karena mereka memberikan bukti kejahatan terhadap orang Papua oleh militer Indonesia dan peran Amerika Serikat dalam menolak penentuan nasib sendiri.

Victor mengatakan, kepentingan ekonomi dan politik Amerika Serikat memainkan peran besar dalam penjajahan Papua Barat. “Informasi yang diperoleh dari dokumen-dokumen ini menunjukkan kepada dunia dan generasi sekarang bahwa Amerika Serikat dan Indonesia selalu saling membantu dalam menyembunyikan kebenaran selama ini,”kata Victor seperti dikutip AP. (tco)


 

Berita Terkait

Ada Tembakan Gas Air Mata, Peringatan Hari Buruh di Balikpapan Berakhir Ricuh, Tiga Mahasiswa Mengalami Tindakan Refresif

Kesbangpol Kaltim Siapkan Anggaran di APBD Perubahan Jelang Pilkada Serentak

Terdengar Suara Benturan Keras, Remaja Tewas Usai Tabrak Truk Tangki Berhenti di Pinggir Jalan

Tahun Ini, PPDB SMA/SMK di Samarinda Akan Dibuka Mulai Juni

Dua Bangunan dan Satu Sepeda Motor di Samarinda Utara Hangus Terbakar, Termasuk Dokumen Penting Pemilik Rumah

Luka Melepuh di Mulut dan Tangan Bocah, Pasutri di Samarinda Terancam Hukuman Lima Tahun Penjara

Menghina Sultan Kutai, Panglima Kijang Disidang Adat dan Mengaku Telah Bersalah

ASN yang Mencalonkan Diri Sebagai Kepala Daerah Bakal Ditindak BKD Kaltim

Hendak ke Balikpapan, Rombongan Dispusip Berau Kecelakaan di Kelay Pagi Tadi, Lima Orang Luka-Luka

Sistem Transportasi Cerdas akan Diterapkan di IKN

Satu Rumah Warga di Balikpapan Rubuh Imbas Hujan Deras Pagi Tadi

Alasannya Cemburu, Pria di Otista Samarinda Ini Aniaya Istri Siri Hingga Diancam dengan Badik

ETLE Sudah Diberlakukan di Kutai Kartanegara, Kendaraan Dinas Hingga Pejabat Publik Sudah Ada yang Ditilang

Bagian Dalam GOR Segiri Samarinda Dinilai Mengecil, Anggaran Rp88 Miliar Dianggap Terlalu Besar

Parkiran SCP Tidak Berizin, Pansus LKPJ Langsung Gelar Sidak

Garuda Muda Cetak Sejarah Baru Sepakbola Indonesia

BKD Kaltim Usulkan 9.456 Formasi CASN untuk Cover Tenaga Honorer

Jaringan Narkoba Lintas Provinsi Diringkus, Delapan Orang Diamankan Tim Hyena Bersama Satu Kilo Lebih Sabu

Copyright © 2024 - Korankaltim.com

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.