Kamis, 31/10/2024

Pertama Setelah 130 Tahun, Puncak Gunung Fuji di Jepang Tak Bersalju

Kamis, 31/10/2024

Gunung Fuji yang masih diselimuti salju dan menurut para ahli meteorologi terjadi setelah 130 tahun. (Foto: Chochowy)

Share
Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Pertama Setelah 130 Tahun, Puncak Gunung Fuji di Jepang Tak Bersalju

Kamis, 31/10/2024

logo

Gunung Fuji yang masih diselimuti salju dan menurut para ahli meteorologi terjadi setelah 130 tahun. (Foto: Chochowy)

KORANKALTIM.COM - Setiap tahun, pemandangan megah puncak Gunung Fuji di Pulau Honshu, Jepang yang tertutup salju menarik ratusan ribu wisatawan dari seluruh dunia untuk datang dan melihat langsung ke tempat tersebut.

Namun tahun ini banyak pengunjung yang akan kecewa karena puncak tertinggi gunung di Jepang itu masih belum bersalju hampir sebulan lebih lambat dari yang diperkirakan.

Pada tiga hari lalu, tidak ada salju di puncak Gunung Fuji - menandai tanggal terakhir gunung ini tidak bersalju sejak dimulai 130 tahun yang lalu. Ini mengalahkan rekor sebelumnya pada tanggal 26 Oktober yang terjadi sekali pada tahun 1995 dan sekali lagi pada tahun 2016.

Menurut Kofu Local Meteorological Office (KLMO), Kantor Meteorologi Lokal Kofu, salju biasanya terbentuk di Gunung Fuji pada tanggal 2 Oktober dan mengendap sekitar tanggal 5 Oktober.

Para ahli mengatakan kurangnya salju disebabkan oleh musim panas dan musim gugur yang tidak biasa ditambah dengan curah hujan yang tinggi. Namun mereka juga mencatat perubahan iklim mungkin memiliki dampak pada tingkat keterlambatan pembentukan salju.

“Suhu udara sangat tinggi pada musim panas ini, dan suhu tinggi ini terus berlanjut hingga bulan September, menghalangi udara dingin,” ujar Yutaka Katsuta, seorang peramal cuaca di KLMO kepada AFP.

Dengan ketinggian 3.776 m (12.388 kaki), Gunung Fuji adalah gunung tertinggi di Jepang dan juga satu diantara gunung yang paling mudah dikenali. Selama musim dingin, puncaknya yang bersalju terkadang dapat dilihat dari Tokyo, 62 mil (100 km) ke arah Barat Laut.

Selama musim pendakian dari bulan Juli hingga September, sebanyak 220 ribu pengunjung melakukan perjalanan panjang ke puncaknya. Setiap tahun, para ahli meteorologi dari Badan Meteorologi Jepang cabang Kofu ditugaskan untuk memanjat ke atap kantor mereka untuk melihat apakah lapisan salju telah terbentuk di gunung yang berjarak 25 mil (40 km).

Karena cuaca yang sering berawan, para ilmuwan hanya dapat melakukan pengamatan setiap beberapa hari sekali ketika cuaca cukup dingin untuk membentuk salju.

Namun ketika jendela pengamatan akhirnya terbuka pada 28 Oktober hari Senin lalu, mereka terkejut ketika menemukan gunung itu masih gundul. Pada tahun-tahun biasanya, salju mulai terbentuk tak lama setelah akhir musim pendakian sekitar awal November dan berlangsung hampir sepanjang tahun.

Namun para ahli meteorologi memperingatkan suhu yang hangat diluar musim telah mendorong tanggal turunnya salju kembali ke titik terbaru sejak pencatatan dimulai pada tahun 1894. Alasan sederhananya adalah karena suhu di Jepang terlalu hangat sehingga salju tidak dapat terbentuk selama beberapa bulan terakhir.

Tahun ini, Jepang mengalami musim terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah dengan suhu yang sangat hangat hingga bulan Oktober. Suhu rata-rata di seluruh Jepang selama musim panas adalah 1,76°C (3,17°F) lebih panas dari biasanya, memecahkan rekor sebelumnya yaitu 1,08°C (1,94°F) yang ditetapkan pada tahun 2010.

Bahkan pada minggu pertama bulan Oktober, 74 kota di Jepang melaporkan suhu lebih dari 30°C (86°F) menurut penelitian Climate Central. Dikombinasikan dengan curah hujan yang tinggi hal ini membuat salju tidak mungkin terbentuk di Gunung Fuji pada waktu normal. Penelitian menunjukkan perubahan iklim telah membuat kejadian suhu ekstrem seperti gelombang panas tahun ini menjadi lebih mungkin terjadi.

Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Climate Central, suhu panas di bulan Oktober yang tidak biasa ini menjadi tiga kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim.Demikian juga penelitian telah menunjukkan efek pemanasan dari perubahan iklim telah mengurangi ukuran tumpukan salju di seluruh dunia.

Makalah yang diterbitkan oleh Dartmouth College awal tahun ini menemukan fakta sebagian besar tumpukan salju di dunia telah menyusut selama 40 tahun terakhir, dengan beberapa di antaranya kehilangan 10 hingga 20 persen ukurannya setiap dekade.

“Saya yakin diantara penyebabnya adalah pemanasan global, tapi saya tidak tahu apa alasan pastinya,” kata Mamoru Matsumoto, peramal cuaca di KLMO kepada The Asahi Shimbun.

Namun hujan salju yang sangat terlambat tahun ini juga dipengaruhi oleh pola iklim yang terjadi secara alami. Cuaca hangat di Jepang bukanlah fenomena lokal, tetapi dirasakan di seluruh dunia.

Musim panas lalu memecahkan rekor panas rata-rata global selama dua tahun berturut-turut, sehingga tahun 2024 akan menjadi tahun terpanas yang pernah ada.

Selama tahun 2023-24 dunia mengalami tahun El Nino, sebuah siklus alami di mana angin pasat yang melemah memungkinkan air hangat mengalir ke pantai barat Amerika. Hal ini menyebabkan periode cuaca yang lebih hangat dan lebih basah yang mungkin berkontribusi pada kurangnya salju di Gunung Fuji.

Editor: Aspian Nur

Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.