Kamis, 22/02/2024
Kamis, 22/02/2024
Spanduk protes terhadap pihak Bea Cukai Samarinda, yang dipasang di pasar Pelabuhan Samarinda, terkait aktivitas bongkar muat di luar kawasan pabean sejak Rabu (21/2) lalu. (Foto:Istimewa)
Kamis, 22/02/2024
Spanduk protes terhadap pihak Bea Cukai Samarinda, yang dipasang di pasar Pelabuhan Samarinda, terkait aktivitas bongkar muat di luar kawasan pabean sejak Rabu (21/2) lalu. (Foto:Istimewa)
Penulis:Nancy
KORANKALTIM.COM,SAMARINDA - Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kaltim bersama dengan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura) Pelabuhan Samarinda melayangkan surat protes kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Samarinda (KPPBC TMP B Samarinda) serta Kepala Staf Kepresidenan RI terkait dengan aktivitas bongkar muat di ship to ship transfer (STS) yang dialihkan dari Muara Berau ke Muara Jawa.
Wakil Ketua Komura H Dwi Hari Winarno kepada Korankaltim.com menjelaskan, peralihan bongkar muat dari STS Muara Berau ke Muara Jawa itu mengakibatkan kurangnya kapal yang melakukan kegiatan bongkar muat di kawasan pabean.
"Dampaknya ya pendapatan buruh atau anggota TKBM Komura Pelabuhan Samarinda berkurang, itu sekitar 80 persen. Padahal kami sudah mulai eksis itu sudah lebih dari 34 tahun dalam kegiatan bongkar muat ini, tentu ini membuat resah para anggota TKBM," kata Dwi saat dikonfirmasi Kamis (22/2/2024) sore tadi.
Padahal barang curah (batu bara) yang dimuat di Muara Berau berasal dari tambang-tambang di Samarinda, yang izin geraknya itu dikeluarkan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas 1 Samarinda.
"Jadi, karena Muara Jawa ini bukan masuk dalam kawasan Pabean, tentunya kegiatan bongkar muatnya kan ilegal dan melanggar aturan yang telah dibuat Menteri Keuangan, yaitu PMK No.155/PMK.04/2022).. Wilayah yang sah pastinya di STS Muara Berau berdasarkan KMK No.15/WBC.16/2021," ujar Dwi.
Diungkapkan Dwi, STS Muara Jawa tersebut tidak memiliki Internasional Ship and Port Security Code (ISPS Code). "Hal ini tentu melanggar UU No.17 Tahun 2008 tentang pelayaran, PP No.31 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang pelayaran, dan Permenhub No.51 Tahun 2021 tentang prosedur dan tata cara pelaksanaan verifikasi manajemen keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan," imbuhnya.
Terkait hal itu pun ia mengaku sudah melayangkan surat protes yang ditujukan kepada Kepala Staff Kepresidenan Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. "Kami akan menunggu tindak lanjut atau balasan dari surat yang kami kirim ini nantinya, hingga 10 hari kedepan, kalau memang tidak ada kejelasan, kami akan turun ke jalan dengan massa yang besar dan menutup akses jalur di sungai Mahakam. Karena ini sangat berdampak pada anggota kami sebanyak 1.150 orang," pungkasnya.
Hal senada pun diungkapkan Ketua APBMI Kaltim, Tekka Singko yang menyebut bongkar muat yang selama ini dilakukan di STS Muara Berau merupakan wilayah kerja, yang menjadi sumber penghasilan para pelaku usaha bongkar muat dan buruh TKBM Komura dari Kota Tepian, yang mana kegiatannya sudah berjalan selama 10 tahunan.
"Ini sebenarnya terjadi karena kekuatan dari aparatur negara, dan mengacaukan itu, karena yang punya izin kan STS Muara Berau, tetapi kenapa malah justru beralih ke Muara Jawa, ini ada apa?," kata Tekka dengan nada tanya. "Tetapi, saya tidak mau ngomong, karena belum ada bukti yang saya pegang," sambungnya.
Dengan diberikannya izin alih buat oleh KPPBC TMP B Samarinda kepada para shipper untuk kegiatan bongkar muat di Muara Jawa, diakuinya telah menimbulkan dampak sosial, bagi para usaha bongkar muat (PBM) di Samarinda.
"Untuk jumlahnya ada sekitar 82 perusahaan PBM, terlebih lagi terhadap TKBM Komura (buruh), dengan jumlah anggotanya 1.150 orang. Kondisi ini tentu menyebabkan 82 PBM kehilangan pekerjaannya serta 1.150 TKBM tidak mendapatkan penghasilan, dan ini sudah berlangsung sejak Oktober 2023," terangnya.
Padahal tambah Tekka untuk STS Muara Berau ini sudah ditetapkan sebagai kawasan pabean, sedangkan Muara Jawa untuk syarat izin alih muat diluar kawasan sebenarnya tidak terpenuhi. "Karena kawasan itu jelas merupakan kawasan tangkap nelayan, selain itu juga dekat dengan jalur pipa Pertamina bawah laut, dan izin lingkungan pun tidak ada," bebernya.
Kalau pihak bea cukai menerbitkan izin alih muat diluar kawasan pabean hanya berdasarkan optimalisasi pelayanan dan/ atau pengawasan ekspor, pihaknya memandang itu adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan. "Karena faktanya tidak ada fasilitas bagi petugas bea cukai di Muara Jawa, artinya tidak memenuhi syarat optimalisasi pelayanan atau pengawasan ekspor," sebut Tekka.
"Makanya kami minta pekerjaan kami itu dikembalikan, artinya aktivitas bongkar muat kembali ke STS Muara Berau," sambungnya.
Terkait hal itu pun pihaknya telah bersurat kepada pihak bea cukai terkait protes peralihan bongkar muat di STS Muara Berau ke Muara Jawa Tersebut. "Apabila tidak ada jawaban dan kejelasan terkait masalah ini, tentu kami akan bertindak, dengan cara menggelar aksi kejalan, dengan massa yang banyak, serta menutup akses keluar masuk baru bara di Sungai Mahakam," tutup Tekka.
Editor: Aspian Nur
Kamis, 22/02/2024
Spanduk protes terhadap pihak Bea Cukai Samarinda, yang dipasang di pasar Pelabuhan Samarinda, terkait aktivitas bongkar muat di luar kawasan pabean sejak Rabu (21/2) lalu. (Foto:Istimewa)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.