Jumat, 23/09/2022
Jumat, 23/09/2022
Akademisi FH Unmul yang juga Anggota Satgas PPKS Unmul, Nur Aripkah (ist)
Jumat, 23/09/2022
Akademisi FH Unmul yang juga Anggota Satgas PPKS Unmul, Nur Aripkah (ist)
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Perguruan tinggi sudah seharusnya menjadi wadah untuk mencetak generasi anak bangsa yang berakhlak dan berilmu, namun belakangan dunia kampus sedikit tercoreng dengan munculnya predator-predator seksual di kampus.
Akademisi Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Nur Aripkah mengatakan, kekerasan seksual sebenarnya memang dapat terjadi di mana saja, termasuk halnya di lingkup pendidikan. Diantara semua jenjang pendidikan, data Komnas Perempuan pada 2021, perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam hal tempat terjadinya kekerasan seksual terbanyak sepanjang 2015-2021.
Fenomena kekerasan seksual yang marak akhir-akhir ini di beberapa perguruan tinggi di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru. Kasus demikian seperti fenomena gunung es, yang jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang telah diberitakan oleh media.
"Ini menandakan sebenarnya lingkungan perguruan tinggi kita tidak sedang baik-baik saja. Fenomena demikian, tentu tidak dapat didiamkan begitu saja, perlu ada tindakan yang segera dilakukan oleh perguruan tinggi yang ada di Indonesia untuk mengatasi dan menangani kekerasan seksual yang ada di kampus," ucap Nur Aripkah kepada Korankaltim.com, Jumat (23/9/2022).
Tidak dapat dipungkiri lanjut dia, bahwa tidak semua institusi perguruan tinggi yang ada di Indonesia mau membuka secara transparan mengenai kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Hal demikian tidak lain dan tidak bukan demi untuk menjaga nama baik dan reputasi perguruan tinggi tersebut.
Sehingga terbangun citra di luar bahwa dunia kampus aman terhadap kekerasan seksual. Pola pikir yang masih memikirkan nama baik institusi dengan seakan-akan menutupi kasus-kasus kekerasan atau pelecehan seksual yang ada di kampus haruslah dirubah.
Pada 2021 lalu, telah disahkan peraturan terkait dengan pencegahan dan penaganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Peraturan tersebut tentu membawa angin segar bagi penanganan kekerasan seksual di kampus. Setidaknya dengan disahkannya aturan iu, penanganan kekerasan seksual yang ada di kampus semakin mempunyai legitimasi yang kuat. Salah satu amanat yang terdapat di dalam peraturan tersebut adalah dibentuknya satuan tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di setiap perguruan tinggi di Indonesia.
Tugas Satgas tersebut nantinya diwujudkan dalam bentuk program edukasi anti kekerasan seksual serta infrastruktur yang mendukung upaya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
"Satgas tersebut juga nanti memfasilitasi pengaduan dan pendampingan terhadap korban-korban pelecehan atau kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus," ucap Anggota Satgas PPKS Unmul ini.
Tatkala kampus saat ini darurat predator kekerasan seksual, maka sudah seharusnya segera dilakukan tindakan untuk menangani hal tersebut, bahwa kampus memang membutuhkan satgas PPKS.
Selain nantinya berperan untuk mengedukasi warga kampus mengenai bentuk-bentuk korban kekerasan seksual, juga berperan dalam hal penanganan dan pendampingan, baik pendampingan secara psikologis maupun pendampingan hukum.
Penulis : Faishal Ays
Editor: Maruly Zainuddin
Akademisi FH Unmul yang juga Anggota Satgas PPKS Unmul, Nur Aripkah (ist)
KORANKALTIM.COM, SAMARINDA - Perguruan tinggi sudah seharusnya menjadi wadah untuk mencetak generasi anak bangsa yang berakhlak dan berilmu, namun belakangan dunia kampus sedikit tercoreng dengan munculnya predator-predator seksual di kampus.
Akademisi Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Nur Aripkah mengatakan, kekerasan seksual sebenarnya memang dapat terjadi di mana saja, termasuk halnya di lingkup pendidikan. Diantara semua jenjang pendidikan, data Komnas Perempuan pada 2021, perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam hal tempat terjadinya kekerasan seksual terbanyak sepanjang 2015-2021.
Fenomena kekerasan seksual yang marak akhir-akhir ini di beberapa perguruan tinggi di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru. Kasus demikian seperti fenomena gunung es, yang jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang telah diberitakan oleh media.
"Ini menandakan sebenarnya lingkungan perguruan tinggi kita tidak sedang baik-baik saja. Fenomena demikian, tentu tidak dapat didiamkan begitu saja, perlu ada tindakan yang segera dilakukan oleh perguruan tinggi yang ada di Indonesia untuk mengatasi dan menangani kekerasan seksual yang ada di kampus," ucap Nur Aripkah kepada Korankaltim.com, Jumat (23/9/2022).
Tidak dapat dipungkiri lanjut dia, bahwa tidak semua institusi perguruan tinggi yang ada di Indonesia mau membuka secara transparan mengenai kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Hal demikian tidak lain dan tidak bukan demi untuk menjaga nama baik dan reputasi perguruan tinggi tersebut.
Sehingga terbangun citra di luar bahwa dunia kampus aman terhadap kekerasan seksual. Pola pikir yang masih memikirkan nama baik institusi dengan seakan-akan menutupi kasus-kasus kekerasan atau pelecehan seksual yang ada di kampus haruslah dirubah.
Pada 2021 lalu, telah disahkan peraturan terkait dengan pencegahan dan penaganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Peraturan tersebut tentu membawa angin segar bagi penanganan kekerasan seksual di kampus. Setidaknya dengan disahkannya aturan iu, penanganan kekerasan seksual yang ada di kampus semakin mempunyai legitimasi yang kuat. Salah satu amanat yang terdapat di dalam peraturan tersebut adalah dibentuknya satuan tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di setiap perguruan tinggi di Indonesia.
Tugas Satgas tersebut nantinya diwujudkan dalam bentuk program edukasi anti kekerasan seksual serta infrastruktur yang mendukung upaya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
"Satgas tersebut juga nanti memfasilitasi pengaduan dan pendampingan terhadap korban-korban pelecehan atau kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus," ucap Anggota Satgas PPKS Unmul ini.
Tatkala kampus saat ini darurat predator kekerasan seksual, maka sudah seharusnya segera dilakukan tindakan untuk menangani hal tersebut, bahwa kampus memang membutuhkan satgas PPKS.
Selain nantinya berperan untuk mengedukasi warga kampus mengenai bentuk-bentuk korban kekerasan seksual, juga berperan dalam hal penanganan dan pendampingan, baik pendampingan secara psikologis maupun pendampingan hukum.
Penulis : Faishal Ays
Editor: Maruly Zainuddin
Copyright © 2024 - Korankaltim.com
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.