Rabu, 20/09/2017
Rabu, 20/09/2017
Rabu, 20/09/2017
JAKARTA – Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazalitidak setuju dengan aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential treshold. Menurut dia, ketentuan tersebut bisa merugikan hak politik masyarakat.
“Kan jelas ada kerugian nyata yang sudah terjadi. Ada kerugian potensial, kerugian potensial kan misalnya ada calon pilihan kita jadi terbatas,” kata Effendi saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (18/9).
Menurut Effendi, jika bicara pilihan politik dan sistem demokrasi, maka sedianya masyarakat disuguhkan berbagai macam calon pemimpin. Sehingga, masyarakat bisa memilih calon pemimpin yang dianggap memiliki kapasitas mumpuni. “Demokrasi kan intinya banyak atau memadainya calon-calon. Masa demokrasi calon tunggal, itu kan susah dibayangkan,” kata dia.
Menurut Effendi, ambang batas pilpres juga tidak tepat karena Pemilu 2019 dilaksanakan secara serentak.
Jika dipaksakan dengan cara mengacu pada hasil perolehan pemilu sebelumnya, yakni pemilu 2014, maka hal ini pun melanggar hak politik publik. Sebab, pada Pemilu 2014 lalu publik tidak pernah tahu bahwa hak politiknya saat itu akan digunakan juga untuk kepentingan politik 2019.
“Waktu saya memilih pada tahun 2014 kan enggak dikasih tahu kalau ini akan digunakan untuk presidential treshold. Kalau enggak dikasih tahu, berarti itu manipulatif, membohongi kita,” kata Effendi.
Ia melanjutkan, lantaran adanya sejumlah persoalan terkait aturan ambang batas, maka dirinya mengajukan gugatan ke Mahakamah Konstitusi untuk dilakukan pengujian norma Pasal 222 dalam Undang-Undang Pemilu.
Sebelumnya, sejumlah pihak sudah lebih dahulu mengajukan gugatan terhadap pasal tersebut. Di antaranya, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, sejumlah advokat yang tergabung dalam Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan Partai Idaman.
Selain itu, ada juga mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI (KPU), Hadar Nafis Gumay bersama dua lembaga sosial masyarakat, yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) juga mengajukan gugatan yang sama. (kcm)
Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.