Rabu, 18/10/2017

Hari Ini, 300 Petani Duduki Lahan PKT

Rabu, 18/10/2017

Farid Fathoni

Join Grup Telegram Koran Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/+SsC4jer3I5syZWU1 atau klik tombol dibawah ini.

Grup Telegram Koran Kaltim

kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel.

Berita Terkait

Hari Ini, 300 Petani Duduki Lahan PKT

Rabu, 18/10/2017

logo

Farid Fathoni

BONTANG - Sengketa Tanah Adat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura di Areal Kebon Rotan Tija’kan Batu Aji, areaI Gunung Kempeng Bontang belum berakhir dengan PT. Pupuk Kalimantan Timur (PKT). Sengketa yang sudah berjalan kurang lebih 17 tahun sejak 2000 lalu. Sampai saat ini belum belum penyelesaian hukum atas sengketa ini. 

Kuasa Hukum Sultan Kutai XX dan kelompok Tani Gunung Kempeng Adat Bersatu Bontang, Farid Fathoni AF saat menggelar jumpa wartawan, Selasa (17/10) kemarin membeber sejak tahun 2010 sengketa tanah tersebut sudah mulai ditangani DPR RI maupun BPN (Badan Pertanahan Nasional) RI. Tak berhenti disitu, DPR RI menindaklanjuti dengan kunjungan ke Kota Bontang dan digelar perteuan BPN RI, perwakilan  PT PKT dan pejabat terkait dengan Komisi ll DPR Rl. Atas pertemuan ini berproses selama 4 tahun.

“Pada tahun 2014, Komisi II DPR RI memberikan rekomendasi melalui suratnya Nomor : AG/426/Kom ll/lX/2014, tanggal 19 September 2014, berupa Kesimpulan dan Rekomendasi Penyelesaian Sengketa Tanah antara Sultan Kutai dan PT. PKT, antara lain, BPN RI melakukan pengukuran manual serta melakukan penetapan dan pengambilan batas lokasi dan luas pada Sertifikat HGB No. 10, HGB No. 65 dan HGB No. 673 sesuai dengan bukti-bukti perolehan tanah,” kata Farid .sembari menunjukkan bukti ke semua media yang hadir.

Adapun poin kedua lanjut Farid, Kepala BPN RI memberikan penetapan hak atas tanah sesuai hasil survei pengukuran dan pemetaan tersebut diatas kepada Haji Adji Muhamad Solehoedidn ll Sultan Kutai Kartanegara dan Kelompok Masyarakat Penggarap. Dan poin ketiga, PT Pupuk Kaltim untuk segera menyelesaikan hak-hak Haji Adji Muhamad Solehoedidn II Sultan Kutai Kartanegara dan Kelompok Masyarakat Penggarap dengan memberikan ganti rugi yang layak atas tanah mereka. 

“Pada Tahun 2016, Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN, mengeluarkan instruksi kepada BPN Kantor Wilayah Kaltim, untuk pengembalian batas bidang tanah Sertifikat HGB No. 10, HGB No. 65 dan HGB No. 673. Sebagaimana surat BPN RI Nomor : 4971/ 16.1-300/Xl/2016, tanggal 11 Nov 2016,” ujarnya.

Atas dasar itu dan sesuai dengan surat kuasa tertanggal 19 Mei 2016 kata Farid bertindak untuk dan atas nama Haji Adji Muhammad Salehoeddin II Sultan, Kukar dan kelompok masyarakat penggarap, untuk melakukan mediasi dengan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kaltim, sejak Desember 2016.

“Kami sudah tiga kali layangkan somasi, sejak Agustus 2017, namun tidak ada respon sama sekali oleh BPN Kaltim maupun PKT,” kata Farid.

Farid menambahkan, HGB 10 PT Pupuk Kaltim sedianya ijinnya berakhir pada 2013 dan tidak diperpanjang oleh BPN RI. “Itu artinya tanah kembali ke kelompok tani kan?” ujarnya.

Sehingga, lanjutnya, besok (hari ini) Kelompok Tani Gunung Kempeng Adat Bersatu Bontang akan menggelar aksi untuk mengungkapkan rasa kepedihannya selama ini dengan bergembira bersama menempati kembali lahan mereka.

“Para petani sudah letih memperjuangkan hak-haknya selama 17 tahun. Permintaannya hanya dua, PKT mengembalikan lahannya atau membayar lahannya,” pungkas Farid.

Terpisah, menanggapi aksi unjuk rasa besok kelompok tani, Manager Humas Pupuk Kaltim, Wahyudi mengatakan tak keberatan adanya aksi itu. Dia mengatakan selama aksi masih wajar PT PKT tetap akan menerima.

“Silahkan saja menyampaikan aspirasi,” kata Wahyudi.

“Unjuk rasa itu hak semua warga, selama masih normatif, sah-sah saja. Silahkan saja sampaikan aspirasinya, kami siap saja,” pungkas Wahyudi. (cil/*)

Hari Ini, 300 Petani Duduki Lahan PKT

Rabu, 18/10/2017

Farid Fathoni

Berita Terkait


Tunggu sebentar ya. Kami sedang menyiapkannya untukmu.